Ahad 01 Apr 2012 23:26 WIB

Kenaikan BBM, Beda Indonesia, Beda Cina

Seorang wartawan melintas di dekat pos polisi yang dibakar demonstran saat aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM).  (ilustrasi)
Foto: Antara/Yusran Uccang
Seorang wartawan melintas di dekat pos polisi yang dibakar demonstran saat aksi unjuk rasa menolak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM). (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID,  Oleh: Rini Utami/Antara

Beberapa pekan terakhir masyarakat Indonesia di Beijing, Cina, tekun menyimak perkembangan di Tanah Air yang tengah "gonjang-ganjing" akibat kisruh rencana kenaikan harga BBM.

"Kira-kira akan seperti aksi kerusuhan 1998 gak yaa....," ujar Siswanto, yang tengah serius menyaksikan perkembangan di Tanah Air melalui saluran televisi internet.

Bagaimana tidak, beragam rumor mulai dari adanya mahasiswa yang ditembak aparat hingga adanya tujuh jenderal yang mengundurkan diri, juga diterima sebagian masyarakat Indonesia di Beijing.

Bahkan meski Rapat Paripurna DPR RI memutuskan untuk menolak kenaikan harga BBM, aksi unjuk rasa terus terjadi tidak saja di Jakarta tetapi juga di kota lain di Indonesia.

Berbagai fasilitas umum rusak, mahasiswa, masyarakat dan bahkan aparat ikut menjadi korban.

Dibandingkan di Cina, khususnya Beijing, yang baru saja menaikkan kembali harga BBM-nya dalam enam pekan terakhir, rencana kenaikan BBM di Indonesia benar-benar merupakan kebijakan yang ditolak dengan cara "keras".

Kedua Kali

Cina, negara pemakai BBM terbanyak setelah AS, kembali menaikkan harga premium dan solar kedua kalinya dalam waktu kurang dari enam pekan. Harga premium naik 6,6 persen atau 0,44 Yuan per liter, solar naik 7,2 persen atau 0,51 Yuan.

Keputusan tersebut diambil menyusul naiknya harga minyak mentah ke Yuan-600 setara 95 dolar AS per metrik ton. National Development and Reform Commission-China, lembaga sejenis Bappenas di Indonesia, mencatat harga tiga jenis minyak mentah yang disurveinya telah naik rata-rata 10 persen.

"Penting untuk memastikan keamanan pasokan BBM Cina, dengan menaikan harga di tengah masuknya musim tanam dan stabilitasi di Timur Tengah," demikian pernyataan resmi NDRC, Senin (19/3).

Pemilik kilang minyak terbesar di Cina, Sinopec dan PetroChina, telah mendesak pemerintah menaikkan harga BBM agar sesuai dengan biaya produksi yang dikeluarkan.

Akibat kenaikan itu, beberapa hari kemudian harga sayur mayur di Beijing pun merambat naik.

Tak hanya itu, mulai akhir pekan ini warga masyarakat juga harus mulai membayar taksi lebih mahal jika bepergian lebih dari tiga kilometer. Jika sebelumnya mereka hanya membayar 2 Yuan (satu Yuan setara Rp1450), kini mereka harus membayar sekitar 3 Yuan. Kebijakan itu selain di Beijing akan mulai diberlakukan di kota-kota lain seperti Dalian, Kunming, Xiamen and Shaoxing.

"Kami tahu harga BBM akan naik, seperti yang sering diberitakan menyesuaikan harga minyak dunia. Tetapi tetap saja kami shock.....," kata Huai, (30).

Pria yang sehari-harinya menjadi sopir taksi itu menambahkan : "pendapatan tidak naik, tetapi kenaikan BBM pasti akan diikuti kenaikan harga lainnya,".

Meski begitu, kenaikan harga BBM di China yang berlaku 21 Maret 2012 tidak disertai aksi penolakan apalagi unjukrasa besar di Beijing atau beberapa kota lainnya.

Semuanya berjalan seperti biasa tanpa gejolak. Semua memang dikendalikan oleh kewenangan terpusat yang merupakan bagian untuk menjaga stabillitas sosial ekonomi.

Inflasi

Kenaikan ini adalah kedua tahun ini dan datang saat pemerintah memiliki rentang yang lebih untuk menyesuaikan tingkat harga, sementara inflasi mereda dari tiga tahun tertinggi pada pertengahan 2011.

Komisi dapat menyesuaikan harga BBM ketika harga minyak internasional bergerak dengan lebih dari empat persen selama periode 22 hari kerja.

Beijing membatasi kenaikan dalam biaya bahan bakar untuk melindungi konsumen dalam negeri ketika harga internasional terus menanjak. Inflasi mereda bulan lalu menjadi 3,2 persen -- kecepatan yang paling lambat sejak Juni 2010 menyusul serangkaian kenaikan suku bunga dan langkah-langkah pengetatan moneter oleh Beijing.

"Inflasi tampaknya telah mereda, memberikan ruang untuk kenaikan harga minyak kedua (tahun ini)," kata Australia dan New Zealand Banking Group dalam sebuah catatan penelitian Selasa.

"Dampak langsung terhadap CPI (inflasi harga konsumen) akan dapat ditangani pada tahap ini." Cina khawatir lonjakan inflasi membawa potensi untuk memicu kerusuhan sosial.

Mengumumkan kenaikan harga BBM terbaru, pemerintah mengatakan akan menawarkan subsidi untuk sektor-sektor seperti mekanisasi pertanian dan sopir taksi untuk mengurangi dampak.

Inflasi yang melambat selama 20 bulan terakhir hingga Februari silam, membuat pemerintah China percaya diri untuk menaikkan harga BBM tanpa mempengaruhi tingkat daya beli masyarakat.

Pada Februari lalu, tingkat inflasi China sebesar 3,4 persen. Angka tersebut jauh dibawa target pemerintah sebesar 4 persen. "Ini langkah berani Komisi Reformasi dan Pembangunan Nasional ... kelihatannya inflasi turun cukup tajam akhir-akhir ini, jadi kebijakan ini diambil pada situasi politik yang pas," kata analis Gordon Kwan dari Mirae Asset Management di Hong Kong.

Harga yang meroket, terutama untuk komoditas bahan makanan dan BBM, sebelumnya telah mengakibatkan terjadinya rusuh di sejumlah kota di Cina. Di bawah aturan sistem harga BBM China, harga BBM untuk pasar lokal bisa diubah bila harga minyak mentah dunia berubah lebih dari empat persen selama rentang waktu 22 hari.

Pemerintah Indonesia tentu telah mempunyai perhitungan dan pertimbangan matang, untuk melakukan kenaikan harga BBM, namun bagaimana mengelola itu agar tidak menjadikan situasi bergejolak juga penting untuk dilakukan.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement