Senin 02 Apr 2012 08:01 WIB

Ikhwanul Muslimin Mesir Resmi Ajukan Capres

Partai Kebebasan dan Partai Keadilan, sayap politik Ikhwanul Muslimin, merebut 106 kursi di Parlemen Mesir
Partai Kebebasan dan Partai Keadilan, sayap politik Ikhwanul Muslimin, merebut 106 kursi di Parlemen Mesir

REPUBLIKA.CO.ID,  KAIRO -- Kekuatan utama penggerak revolusi Mesir, Ikhwanul Muslimin akhirnya mengajukan calon presiden untuk bertarung dalam pemilu presiden pada 23 Mei 2012 mendatang. Pengajuan itu membuat iklim politik negeri Piramid itu kian menghangat.

Padahal, sebelumnya kubu pemenang pemilu parlemen itu menyatakan tidak akan mengajukan capres dalam pemilu presiden pertama pascarevolusi, menggantikan presiden terguling Hosni Mubarak.

Prof. Khairat Al Shater, Wakil Mursyid (pemimpin tertinggi) Ikwanul Muslimin secara resmi diusung untuk merebut posisi orang nomor satu di negeri Seribu Menara itu.

Mursyid Ikhwanul Muslimin, Mohamed Badie, mengumumkan, pencalonan Shater setelah terpilih dalam pemilihan tertutup anggota Dewan Syura pada Sabtu (31/3) waktu setempat. Tercatat 56 dan 108 anggota Dewan Syura memilih Shater, dan 52 anggota menolak.

Shalter sebelumnya dilaporkan telah beberapa kali menerima kunjungan delegasi Amerika Serikat pascarevolusi yang menumbangkan rezim Mubarak pada 11 Februari 2011. Ashour Al Helwani, Sekjen Partai Hurriyah Wal Adalah, sayap politik Ikhwanul Muslimin, menjelaskan, di kalangan Ikwanul Muslimin sendiri terjadi beda pendapat mengenai capres. Namun, ia menyebut perbedaan itu adalah dinamika dalam demokrasi.

Helwani juga membantah tudingan dari lawan politik, Ikhwanul Muslimin ambivalen dalam menyikapi pemilihan presiden. "Perbedaan pendapat itu biasa dalam kehidupan demokrasi. Pengajuan capres itu merupakan hasil dari renungan panjang dan keputusan yang strategis," ujar dia berkilah.

Dikatakannya, setelah resmi mencalonkan diri untuk capres, Shater akan mengundurkan diri dari jabatan Wakil Mursyid Ikhwanul Muslimin. Namun, ia tetap sebagai anggota Dewan Syura.

Pengajuan capres dari Ikhwanul Muslimin ini dilakukan di tengah perselisihan hebat di antara kekuatan politik dalam penyusunan konstitusi baru. Perselihan mengenai penyusunan konstitusi baru itu mendorong Dewan Tertinggi Militer, yang berkuasa, telah dua kali dalam pekan ini mengumpulkan wakil-wakil kekuatan politik memecahkannya. Namun, belum mencapai titik temu.

DPR dan MPR Mesir sebelumnya telah membentuk Dewan Penyusunan Konstitusi, namun ditentang keras, karena dinilai beranggotakan mayoritas kubu Islam -- Ikhwanul Muslimin dan Salafi -- yang mendominasi 72 persen kursi parlemen.

Penolakan yang dilancarkan kalangan sekuler itu karena diasumsikan kubu Islam dapat menyeret Mesir menjadi negara Islam.

sumber : AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement