Senin 02 Apr 2012 09:52 WIB

Krisis Ekonomi Landa Maroko

Rep: Gita Amanda/ Red: Hazliansyah
Maroko, ilustrasi
Maroko, ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, MAROKO -- Maroko hadapi krisis ekonomi. Melambatnya pertumbuhan ekonomi, kenaikan harga dan kekeringan mengancam Maroko ke depan.

Pemerintahan Islam Maroko yang saat ini dipimpin oleh Perdana Menteri Abdelilah Benkirane menghadapi ujian pertamanya. Saat ini Maroko sedang menghadapi masa ekonomi yang mengerikan. Terjebak di antara kenaikan harga, lambatnya pertumbuhan ekonomi, dan kekeringan yang mempengaruhi pertanian di sana.

Lebih dari 33 juta orang di Maroko menghadapi ancaman pengangguran, masalah yang selalu menjadi pemicu kerusuhan sosial seperti yang terjadi di Timur Laut Kota Taza. Bahkan pekan lalu Bank Maroko menyatakan, estimasi pertumbuhan Maroko tahun ini turun menjadi 3,0 % dibanding tahun lalu 4,8 % pada 2011.

Mentri Keuangan Nizar Baraka megatakan anggaran negara harus direvisi. "Tingkat pertumbuhan ini adalah hasil dari situasi ekonomi internasional dan perlambatan di antara negara-negara mitra, termasuk Uni Eropa," Ujar Nizar seperti dilansir Middle East Online.

Akhir tahun lalu sebuah pemerintahan baru diambil alih oleh kelompok Islam Maroko. Pemerintahan baru ini sekarang harus berjuang dalam menghadapi krisis keuangan. Ekonom Driss Benali menuturkan, pemerintah telah terjebak dalam euphoria kampanye dan pemilu kemarin telah menumbuhkan harapan yang luas bagi masyarakat. ”Sekarang mereka harus ‘membayar’nya,” ujar Benali.

Kenaikan harga minyak merupakan salah satu yang sangat memukul neraca perdagangan Maroko. Pada bulan Februari lalu adalah 3,0 miliar euro ($ 4,0 miliar), angka tersebut hampir 30 % lebih buruk dari yang tercatat pada Februari 2011.

Atas krisis yang melanda Maroko saat ini, Departemen Pertanian AS berpendapat, Maroko mungkin harus mengimpor lebih banyak gandum di 2012 dan 2013 dari sebelumnya dalam setengah abad. Impor gandum sebesar 3,2 juta ton tahun sebelumnya mungkin akan meningkat menjadi 5 juta ton selama setahun mendatang.

sumber : Middle East Online
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement