REPUBLIKA.CO.ID, BAGHDAD -- Pemerintah Irak mendesak Qatar menyerahkan buronan Tareq al-Hashemi kepada Irak. "Qatar menerima buronan, ini tindakan yang tidak dapat diterima, Qatar harus mundur dari sikap ini dan mengembalikannya ke Irak," kata Wakil Perdana Menteri Irak, Hussein al-Shahristani, Senin (2/4).
Shahristani juga mengecam wilayah pemerintahan semiotonom Kurdistan Irak yang meloloskan Hashemi meninggalkan negara tersebut, "Tindakan tersebut jelas menentang hukum dan keadilan,"katanya.
Hashemi merupakan salah satu politisi top Sunni Irak yang telah berlindung di wilayah Kurdistan utara setelah pemerintah Syiah Irak mengirim surat penangkapan dirinya. Hashemi dituduh atas dugaan pembunuhan pasukan. Pada Ahad, ia meninggalkan Kurdistan Irak untuk mengunjungi sebagian besar negara Arab.
Surat penangkapan Hashemi memicu krisis politik di Irak dan mengancam kesepakatan pembagian kekuasaan antara Kurdi, Sunni dan Syiah yang bertujuan untuk meredakan ketegangan sekretarian.
Sebagian besar sunni Irak melihat langkah itu sebagai upaya Perdana Menteri Syiah Nuri al-Maliki untuk menopang kekuasaannya dengan mengorbankan populasi Sunni di negara itu. Maliki juga berusaha memecat Wakil Perdana Menteri Saleh al-Mutlak yang sama dengan Hashemi beraliran Sunni.
Di sisi lain, Wakil Presiden Irak Tareq al-Hashemi Senin menolak tuntutan Irak agar Qatar menyerahkan dirinya. Ia beralasan memiliki kekebalan konstutusional untuk tidak dihukum. "Tidak ada putusan pengadilan terhadap saya dari pengadilan mana pun, dan tuntutan itu tidak sesuai dengan Pasal 93 konstitusi, yang memberi saya kekebalan," katanya kepada AFP.
Ia mempertanyakan alasan Qatar mengekstradisi dirinya. Ia juga beralasan para pejabat di Kurdistan telah menjawab permintaan serupa dan dirinya memiliki kekebalan sesuai dengan Pasal 93. Hashemi menyatakan akan kembali ke Kurdistan setelah lawatannya di beberapa kota yang tidak disebutkan.