REPUBLIKA.CO.ID, Pusat Kajian Timur Tengah dan Dunia Islam (PKTTDI) FISIP-UMJ menyelenggarakan Seminar bertajuk “Transformasi Demokrasi Timur Tengah dan Peran Strategis Dunia Islam”, Kamis (5 April) di Kampus Universitas Muhammadiyah Jakarta (UMJ), Ciputat. Seminar menghadirkan pembicara: Muhammad Najib (Anggota Komisi I DPR-RI), Ikhwanul Kiram (Republika), dan Hery Sucipto (Direktur PKTTDI FISIP-UMJ).
Acara Seminar dibuka oleh Ketua Umum PP Muhammadiyah, Prof Dr Din Syamsudin, MA dan sekaligus menyampaikan Keynote Speech-nya. Seminar yang dihadiri oleh 200 mahasiswa dan Dosen UMJ ini merupakan bentuk kepedulian UMJ khususnya, dalam merespons perubahan yang terjadi saat ini di negara-negara Timur Tengah dan Afrika Utara atau MENA (Middle East and North Africa).
Prof Dr Din Syamsuddin menyampaikan bahwa jika arus demokrasi dibuka lebar di MENA, maka Islam akan bisa tampil ke panggung kekuasaan pasca-tumbangnya rezim-rezim penguasa di negara-negara Islam.
“Kemenangan Ikhwanul Muslimin di Mesir dan Partai An-Nahdah di Tunisia adalah bukti terbukanya kran demokrasi. Di kedua negara tersebut, sebelum revolusi, kelompok Islam dilarang mendirikan partai. Saya yakin jika demokrasi dibuka lebar, Islam akan tampil. Selama ini Islam tidak tampil karena dilarang dan dibelenggu,” tandas Din.
Din juga meyakini bahwa apa yang terjadi di Timur Tengah dan dunia Arab akhir-akhir ini atau apa yang dikenal dengan Arab Spring, merupakan suatu revolusi meskipun para pemimpin Arab sendiri tidak mau bahwa hal itu dikatakan revolusi. Spring berarti musim semi, suatu musim yang sebenarnya indah di negara-negara Arab. Dikatakan Arab Spring karena apa yang terjadi di dunia Arab saat ini merupakan transformasi demokrasi yang indah untuk dilalui.
“Persoalannya adalah, kemana arah transformasi tersebut. Kepentingan politik dan kelompok bisa menjadi masalah tersendiri. Karena itu, berbagai pihak harus mementingkan lancarnya transformasi sebagai agenda bersama," ujar Din.
Meski begitu, Din tetap optimis bahwa revolusi di kawasan Arab akan mengarah kepada kehidupan yang positif dan melahirkan perubahan yang lebih baik di masa mendatang.
Menurut Hery Sucipto yang juga alumnus Universitas Al-Azhar Kairo ini, pasca revolusi rakyat yang berhasil menumbangkan rezim otoriter di Mesir, Tunisia, Libya dan Yaman, upaya transisi dan transformasi demokrasi di Timur Tengah menghadapi hambatan serius karena belum siapnya masyarakat dengan kepemimpinan yang baru.
Menurut Hery, paling tidak ada tiga tantangan serius bagi upaya penerapan demokrasi di kawasan Timur Tengah. Pertama, jelasnya, masalah ideologi. Sejauh ini, papar Hery, ideologi kerap menjadi hambatan tersendiri bagi penegakan demokrasi. Bagi kelompok Islam militan, ingin penerapan syariat Islam, sementara masyarakat yang mendukung pluralitas menghendaki kepemimpinan yang lebih demokratis.
Kedua, sumber daya alam, yakni minyak, yang banyak terdapat di kawasan tersebut, di satu sisi merupakan suatu berkah, namun di sisi lain dapat berubah menjadi sebuah kutukan jika penguasa negara tersebut menggunakan hasil minyak untuk melawan demonstrasi atau penyaluran ekspresi rakyat.