Sabtu 07 Apr 2012 13:51 WIB

Mantan Kepala Intel 'Sadis' Era Mubarak Ikut Pilpres

Seorang warga mesir berjalan melintas di depan spanduk mantan kepala intelijen, Omar Suleiman yang juga loyalis Husni Mubarak,
Foto: Washington Post
Seorang warga mesir berjalan melintas di depan spanduk mantan kepala intelijen, Omar Suleiman yang juga loyalis Husni Mubarak,

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO - Tidak gentar dengan reputasinya di masa lalu, mantan kepala badan intelijen Mesir Omar Suleiman, yang terkenal dengan praktik penyiksaan sadis memutuskan ikut mencalonkan diri dalam pemilihan presiden bulan depan. Padalah ia termasuk pejabat penting pemerintah yang digulingkan.

Pernyataan itu diucapkan setelah ratusan pengunjuk rasa berkumpul di satu distrik Kairo mendesak Suleiman, yang bertindak sebagai wakil presiden bagi presiden Hosni Mubarak setelah orang kuat itu digulingkan tahun lalu, untuk ikut mencalonkan diri dalam pemilihan itu.

"Saya sangat tergerak oleh sikap kuat anda," kata Suleiman dalam satu pernyataan yang disiarkan kantor berita pemerintah MENA.

"Imbauan yang anda ucapkan hari ini adalah satu perintah, dan saya adalah seorang serdadu yang tidak pernah dalam hidup saya mengabaikan satu perintah... Saya tidak dapat kecuali menjawab seruan itu dan ikut dalam pertarungan itu kendatipun ada hambatan-hambatan dan kesulitan-kesulitan," katanya.

"Mantan perwira militer yang menjadi pemimpin intelijen tahun 1991 itu berikrar akan melakukan segala usaha ... untuk mewujudkan perubahan-perubahan yang diharapkan dan menuntaskan tujuan-tujuan revolusi itu, dan berbuat sesuai dengan harapan-harapan rakyat Mesir."

Suleiman mengatakan Rabu bahwa ia tidak akan ikut dalam putaran pertama pemilihan 23-24 Mei karena prosedur pencalonan sangat ketat. Pendaftar berakhir Ahad. "Saya berusaha sampai kemarin pagi untuk mengatasi hambatan-hambatan berkaitan dengan situasi sekarang dan administratif, keuangan dan tuntutan organisasional bagi pencalonannya, tetapi saya menemukan bahwa itu di luar kemampuan saya," katanya.

Para kandidat yang akan ikut pemilihan presiden itu membutuhkan 30.000 tanda tangan dari rakyat atau dukungan dari satu partai di parlemen. Militer mengatakan pihaknya akan menyerahkan kekuasaan kepada pemenang pada akhir Juni.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement