REPUBLIKA.CO.ID, Menyusul pembunuhan seorang perempuan keturunan Irak yang tinggal di California, Amerika Serikat, sejuta perempuan dunia dari berbagai penjuru dunia dan dari berbagai mazhab memampang foto mereka dengan mengenakan jilbab di laman Facebook dalam rangka mendukung jilbab islami.
Koran Daily Mail terbitan Inggris (7/4) melaporkan, satu juta perempuan dari berbagai penjuru dunia yang banyak di antara mereka bukan Muslimah, menggelar gerakan dukungan satu juta umat untuk memprotes pembunuhan secara brutal terhadap Shaima Alawadi, imigran Irak yang tinggal di California. Langkah itu dimaksudkan mendukung Shaima, dan para peserta mengirim foto mereka berjilbab ke laman Facebook yang bernama "Satu Juta Jilbab."
Gerakan itu dalam pesan-pesannya menyatakan dukungan terhadap Shaima Alawadi yang menjadi korban kekerasan sarat rasisme di Amerika Serikat.
Salah seorang pendukung gerakan itu mengatakan, "Saya mengenakan jilbab ini sebagai bentuk penghormatan terhadap semua perempuan yang mengenakannya atas pilihan pribadi. Saya sendiri adalah anggota gerakan Occupy Irlandia dan sebagian dari jiwa saya berada di Bundaran Tahrir (Mesir) dan hati saya berada di Gaza."
Anggota lain gerakan global itu mengatakan, "Saya adalah seorang pengajar di Detroit dan sudah seminggu saya mengenakan jilbab ini sebagai simbol dalam menentang fanatisme dan rasisme."
Jenazah Shaima, 32 tahun, ditemukan dua pekan lalu di California dalam kondisi menyedihkan akibat pukulan dan siksaan. Pada jenazahnya tertempel kertas bertuliskan, "Pulang ke negaramu!"
Anak Shaima sebelumnya mengaku bahwa ibunya mendapat surat tanpa nama yang di dalamnya berisi tulisan, "Di sini adalah negara kami, bukan negara kalian para teroris!"
Shaima tidak terlalu memperhatikan surat itu dan dianggapnya sebagai lelucon anak-anak saja. Akan tetapi, pada akhirnya ibu malang itu harus kehilangan nyawa menjadi korban kekerasan rasialis di Amerika Serikat.
Shaima Alawadi adalah ibu dari lima anak yang berusia tujuh hingga 17 tahun, yang tinggal di sebuah kawasan yang mayoritasnya adalah imigran asal Irak di selatan kota Santiago. Tercatat 40.000 imigran dari Irak hidup di Santiago dan menjadi negara kedua setelah Detroit yang menampung imigran Irak terbanyak di Amerika Serikat.
Sampai saat ini, polisi Amerika bulum mengidentifikasi dan menangkap pelaku aksi sadis tersebut.