REPUBLIKA.CO.ID, MONTREAL -- Seorang mahasiswa pascasarjana Universitas Montreal, Pascal Abidor ditahan pihak Amerika karena membawa data-data tentang islam untuk keperluan tesisnya.
Kasus yang dialami Pascal bukanlah kali pertama terjadi. Sebelumnya, banyak keluhan datang warga Kanada yang melintasi perbatasan namun mendapati barang-barang elektronik milik mereka diperiksa tanpa alasan yang jelas.
"Kasus ini bukan sekali dua kali," ungkap Pengacara Pascal, Chaterine Crump.
Menurut Chrump, terdapat aturan dimana pemerintah AS tidak memiliki hak untuk memeriksa barang-barang elektronik saat melintasi perbatasan. Yang terjadi justru sebaliknya, mereka dengan leluasa mengambil ponsel atau laptop lalu menyitanya.
Juru Bicara Departemen Keamanan Dalam Negeri, Matthew Chanler menegaskan pemeriksaan terhadap barang-barang elektronik dilakukan apabila terdapat kondisi bahaya atau asal usul barang elektronik itu terkategori ilegal.
"Kami dalam bertugas tetap menjaga privasi para pemilik barang elektronik tersebut," ucapnya.
Namun, Crump berpendapat bahwa praktek itu melanggar amandemen pertama AS hak untuk kebebasan berbicara, karena laptop menyimpan banyak hal yang dilindungi konstitusi, dan juga melanggar Amandemen Keempat hak untuk bebas dari pencarian tidak masuk akal.
"Anda tidak harus mengambil risiko melintasi perbatasan apabila pemerintah AS akan menyita foto-foto keluarga anda dan informasi keuangan," ucapnya.
"Mereka harus memiliki alasan kuat untuk itu," tambahanya.
Sementara itu, data yang dirilis ACLU menyebutkan lebih dari 6.600 barang-barang elektronil disita saat masyarakat menyeberangi perbatasan AS antara Oktober 2008 dan Juni 2010. Sekitar 22 persen atau sebanyak 1.477 dari mereka adalah warga Kanada.