Selasa 10 Apr 2012 13:42 WIB

Astagfirullah, Seorang Imam Prancis Nikahkan Pasangan Gay

Rep: Gita Amanda/ Red: Karta Raharja Ucu
Ilustrasi
Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, BERLIN -- Seorang imam di Prancis menikahkan pasangan gay yang sebelumnya sudah menikah di Afrika Selatan, negara yang melegalkan pernikahan sesama jenis. Gilanya, imam tersebut membacakan surat Alfatihah sebelum melakukan pemberkatan pernikahan.

Sebuah kantor berita gay terbesar di Eropa, Pink News, Senin (9/4) kemarin melaporkan, pemimpin spiritual Muslim tersebut menawarkan pemberkatan pada dua pria asal Prancis-Aljazair, yakni Ludovic Zahed dan Qiyam Aldin di luar Perancis pada 12 Februari lalu. Menurut sebuah laporan Albawaba pada 2 April lalu, kedua pria tersebut menikah dengan hukum syariat sebelum Imam Mauritius bernama Jamal memberkati pernikahan mereka.

Zahed memutuskan pesta pernikahannya terbatas hanya dihadiri keluarga. Dengan didampingi imam terpercaya dari Mautitius tentunya. “Dia (imam) membaca surat Alfatihah sebelum memberkati pernikahan,” ungkap Zahed seperti dilansir the Jerusalem Post, Selasa (10/4).

Zahed mengatakan, ia bertemu Qiyam Aldin satu tahun lalu di sebuah konvensi tentang AIDS di Afsel. Kemudian seorang imam yang juga pecinta sesama jenis memperkenalkannya dengan Aldin. Setelah menemukan banyak kesamaan dan saling mengagumi, Zahed yang sempat tinggal dua bulan di Afsel memutuskan untuk menikahi Aldin.

Kepada Albawaba, Zahed mengaku menjadi gay sejak masih muda. "Saya suka, bahkan mencintai, imam yang mengajari saya Alquran di Aljazair pada tahun 1995, meskipun semua ancaman dari keluarga dan tekanan sosial dari masyarakat Arab baik di Perancis atau di Aljazair. Aku tidak berubah," jelas Zahed.

Dalam sebuah surat elektroniknya kepada the Jerusalem Post, Yoav Sivan seorang jurnalis Israel yang juga menjabat dewan Aguda Asosiasi Lesbian, Gay, Biseksual, Transgender Israel mengatakan, hubungan sesama jenis telah legal secara hukum di Afsel sejak 2006 lalu.

"Mungkin terlalu dini untuk membingkai peristiwa menggembirakan ini sebagai tren. Tetapi tidak terlalu dini untuk menganggapnya sebagai pengingat untuk berhenti menggunakan homoseksualitas, sebagai senjata politik melawan Islam dan agama pada umumnya," sebut Sivan.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement