Kamis 12 Apr 2012 05:58 WIB

Harga BBM Naik, Ekonomi AS Lesu

Wall street
Wall street

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON---Harga bensin yang lebih tinggi mengeruhkan prospek lain membaiknya ekonomi AS, Federal Reserve mengatakan dalam sebuah laporan yang dipantau cermat.

Dalam survei Beige Book -- yang merupakan kerangka pertemuan kebijakan akhir bulan ini -- The Fed mempertahankan optimisme hati-hati tentang ekonomi, tetapi mengkhawatirkan tentang dampak kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) terhadap pengeluaran konsumen.

"Perekonomian terus berkembang pada kecepatan yang moderat sampai sedang dari pertengahan Februari sampai akhir Maret," anggota cabang Fed daerah melaporkan.

"Prospek jangka pendek untuk pengeluaran rumah tangga cukup menggembirakan," kata mereka, menambahkan bahwa beberapa daerah menyatakan keprihatinan "bahwa kenaikan harga BBM bisa membatasi kebebasan pengeluaran pada bulan-bulan mendatang."

Harga bensin AS telah turun dalam beberapa pekan terakhir, tetapi masih tiga persen lebih tinggi dari saat ini tahun lalu dan mendekati posisi sensitif secara politik, empat dolar AS per galon.

Menurut American Automobile Association (Asosiasi Otomotif Amerika), rata-rata biaya nasional per galon (3,8 liter), Rabu sekitar 3,92 dolar AS.

Perusahaan manufaktur umumnya secara keseluruhan memiliki pandangan sama dengan The Fed: "Produsen di banyak distrik (kabupaten) optimis tentang prospek pertumbuhan jangka pendek, tetapi mereka agak mengkhawatirkan kenaikan harga minyak bumi."

The Fed melaporkan bahwa perekrutan "stabil atau menunjukkan sedikit peningkatan" di seluruh negeri, sementara belanja ritel naik, sebagian berkat cuaca hangat di luar musimnya di berbagai daerah.

Pasar perumahan, yang lama menjadi hambatan pada pemulihan, juga "menunjukkan beberapa perbaikan." Tetapi di pesisir barat terpukul keras dan di bagian dari midwest "kegiatan masih lesu."

Badan pembuat kebijakan utama Federal Reserve selanjutnya akan bertemu pada 24-25 April di Washington, di mana mereka akan menghadapi pertanyaan tentang apakah ekonomi memerlukan bantuan lebih dari bank sentral.

Meskipun prospeknya terus membaik, laju pertumbuhan telah terlalu lambat dan pemulihan terlalu lemah bagi mereka yang menganjurkan kucuran baru percikan stimulus The Fed.

Dengan suku bunga sudah mendekati tingkat serendah mungkin, Fed telah ditekan untuk meningkatkan pembelian obligasi guna menurunkan suku bunga efektif dan mendorong investor terhadap saham, properti, atau pengeluaran perusahaan lain. "Optimisme hati-hati tampaknya menjadi tema seluruhnya," kata Jennifer Lee, seorang ekonom senior BMO Capital Markets.

"Tetapi harga bensin yang terus tinggi mengkhawatirkan kontak bisnis The Fed. Tentu saja, jika harga BBM terus bertahan di bawah puncak tahun lalu, itu akan membantu mengurangi kekhawatiran."

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement