Jumat 13 Apr 2012 06:26 WIB

Cina Hapus Ribuan 'Komentar Rumor' di Internet

Sensor Internet
Sensor Internet

REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Cina telah menutup sekitar 42 laman dan menghapus 210 ribu posting dalam jaringan internet. Program pemberantasan 'rumor di internet' itu sudah berlangsung sejak pertengahan Maret lalu.

Kabar ini diumumkan oleh kantor berita resmi Xinhua dalam sebuah laporan singkatnya. Kabar tersebut muncul saat Cina diguncang oleh skandal politik terbesar dalam beberapa dasawarsa terakhir. Yakni, skandal tentang penghentian seorang pemimpin utama dan penahanan istrinya atas tuduhan pembunuhan.

Pada awal pekan ini, Xinhua mengeluarkan dua pengumuman mengejutkan. Pertama adalah Bo Xilai diberhentikan sementara dari posisinya di Politbiro berpengaruh Partai Komunis. Sementara istrinya, Gu Kailai, tengah diselidiki atas keterlibatannya pada kasus pembunuhan warga negara Inggris bernama Neil Heywood.

Dua berita besara itu muncul hanya satu bulan setelah Bo Xilai --yang pernah berada di posisi puncak kekuasaan-- dipecat dari jabatannya sebagai ketua partai di kota Chongqing. Pemecatan tersebut mengejutkan seluruh rakyat Cina.

Pemecatannya tersiar keluar oleh karena perpecahan yang mendalam dalam partai. Padahal, Partai Komunis biasanya sangat suka mempertahankan tradisi persatuannya.

Berbagai rumor akhirnya mulai bermunculan dalam jaringan internet terkait perang antar fraksi dalam Partai Komunis. Bahkan, ada rumor tentang kudeta militer di Beijing.

Pihak berwenang langsung bereaksi cepat dan meluncurkan tindakan keras pemberantasan 'rumor internet'. Langkah pemberantasan sejauh ini telah mengakibatkan penutupan jaringan dan penghapusan komentar-komentar. Enam orang juga telah ditangkap terkait dengan hal itu.

Cina mengoperasikan sistem sensor besar dalam jaringan internet untuk memblokir informasi yang dianggap sensitif. Namun, popularitas besar jaringan mikroblogs telah menimbulkan tantangan besar. Karena, informasi-informasi ditayangkan ulang sebelum dihapus oleh sensor.

sumber : Antara/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement