REPUBLIKA.CO.ID, ADEN -- Sedikitnya 34 orang, sebagian besar gerilyawan, tewas di dekat kota Lawdar, Yaman selatan, Jumat, dalam bentrokan antara pasukan dan kelompok yang terkait dengan Al-Qaidah, kata beberapa pejabat dan sumber suku.
Militer Yaman meluncurkan serangan lima hari lalu untuk menumpas kelompok militan yang menyerang sebuah kamp militer di luar Lawdar. Kementerian pertahanan mengatakan dalam sebuah pernyataan di situs beritanya, 28 militan tewas selama bentrokan di daerah sebelah barat Lawdar.
Seorang pejabat setempat dan sumber-sumber suku mengatakan, tiga militan dan tiga orang suku pro-pasukan pemerintah tewas dalam bentrokan terpisah di luar kota itu. Dengan kematian-kematian terakhir itu, jumlah korban tewas sejak pertempuran meletus Senin mencapai hampir 200, kata sumber-sumber setempat.
Angkatan Udara Yaman dilaporkan mengebom dua lokasi yang dikuasai gerilyawan Ansar al-Sharia yang terkait dengan Al-Qaidah, namun tidak ada korban yang dilaporkan.
Militan melancarkan gelombang serangan sejak mantan Presiden Ali Abdullah Saleh menyerahkan kekuasaan kepada wakilnya, Abdrabuh Mansur Hadi, pada Februari. Bulan lalu, 185 prajurit tewas dalam serangan besar Al-Qaida terhadap sebuah kamp militer di dekat Zinjibar.
Sejak protes anti-pemerintah meletus di Yaman pada akhir Januari 2011, militan memanfaatkan melemahnya kekuasaan pusat dengan membangun pangkalan di sejumlah provinsi selatan.
Pasukan keamanan Yaman selama beberapa bulan memerangi kelompok orang bersenjata yang dituduh sebagai anggota Al-Qaida di Abyan, Yaman selatan, khususnya di ibu kota provinsi itu, Zinjibar, yang sebagian besar dikuasai oleh militan sejak Mei 2011.
Kekerasan menewaskan ratusan prajurit sejak militan bersenjata yang menamakan diri Ansar al-Sharia (Pengikut Sharia) menguasai sebagian besar Zinjibar, ibu kota provinsi Abyan, pada 29 Mei. Ratusan militan juga tewas dalam bentrokan-bentrokan.
Para pejabat keamanan mengatakan bahwa militan itu adalah Al-Qaida, namun oposisi politik menuduh pemerintah Presiden Ali Abdullah Saleh mengada-ada tentang ancaman jihad dengan tujuan menangkal tekanan Barat terhadap kekuasaannya yang telah berlangsung 33 tahun.
Demonstrasi di Yaman sejak akhir Januari 2011 yang menuntut pengunduran diri Saleh menewaskan ratusan orang. Dengan jumlah kematian yang terus meningkat, Saleh, sekutu lama Washington dalam perang melawan Al-Qaidah, kehilangan dukungan AS.
Pemerintah AS mengambil bagian dalam upaya-upaya untuk merundingkan pengunduran diri Saleh dan penyerahan kekuasaan sementara, menurut sebuah laporan di New York Times.
Para pejabat AS menganggap posisi Saleh tidak bisa lagi dipertahankan karena protes yang meluas dan ia harus meninggalkan kursi presiden, kata laporan itu.
Meski demikian, Washington memperingatkan bahwa jatuhnya Saleh selaku sekutu utama AS dalam perang melawan Al-Qaida akan menimbulkan "ancaman nyata" bagi AS.
Yaman adalah negara leluhur almarhum pemimpin Al-Qaida Osama bin Laden dan hingga kini masih menghadapi kekerasan separatis di wilayah utara dan selatan.
Yaman Utara dan Yaman Selatan secara resmi bersatu membentuk Republik Yaman pada 1990 namun banyak pihak di wilayah selatan, yang menjadi tempat sebagian besar minyak
Yaman, mengatakan bahwa orang utara menggunakan penyatuan itu untuk menguasai sumber-sumber alam dan mendiskriminasi mereka. Negara-negara Barat, khususnya AS, semakin khawatir atas ancaman ekstrimisme di Yaman, termasuk kegiatan Al-Qaida di Semenanjung Arab (AQAP).