REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK - Dewan Keamanan PBB, Selasa (18/4), membahas peluang menjatuhkan sanksi bagi Sudan Selatan dan Sudan. Rencana sanksi itu bagian upaya mencegah dua negara yang saling bersaing itu kembali ke medan perang, kata para diplomat.
Tapi dua negara itu telah terkunci "dalam logika perang". Kondisi itu disebabkan kelompok garis keras yang kini memegang kendali, kata utusan perdamaian internasional kepada dewan.
Dewan Keamanan yang terdiri dari 15 negara itu menuntut agar pasukan Sudan Selatan menarik diri dari zona minyak utara, Heglig. Sementara itu pihak utara harus mengakhiri serangan udara lintas perbatasan, kata Susan Rice, Duta Besar AS dan presiden Dewan Keamanan untuk periode bulan April.
DK PBB juga menegaskan kembali seruan untuk segera mengakhiri segala bentuk pertempuran secara "menyeluruh, segera, dan tanpa syarat". Dewan Keamanan "membahas cara-cara untuk meningkatkan pengaruh guna menekan pihak-pihak yang terlibat untuk segera mengambil langkah-langkah tersebut dan termasuk membahas mengenai potensi pemberlakuan sanksi," kata Rice kepada wartawan.
Thabo Mbeki, mediator bagi Sudan dan Sudan Selatan yang juga mantan presiden Afrika Selatan, dan utusan PBB Haile Menkarios, memberikan penjelasan singkat kepada DK PBB mengenai penyebaran
konflik di sepanjang perbatasan.