REPUBLIKA.CO.ID, Hampir delapan tahun sudah hidup Wilders dikelilingi pasukan pengamannya. Situasi yang kerap terasa aneh dan gila. Tapi sang pemimpin Partai Kebebasan ini tahan-tahan saja. Terasing dan kesepian tampaknya sudah jadi suratan tangannya. Harian Belanda, de Volkskrant (18/04) mengungkap profil Wilders yang ternyata kesepian dan rapuh.
Harian ini mengungkapkan, dua minggu mendatang ketika warga Belanda sedang asyik-asyiknya merayakan Hari Ratu sambil bermandikan sinar matahari, Wilders berada di Amerika untuk mempresentasikan buku terbarunya: Marked for Death: Islam’s War Against the West and Me.
Buku berbahasa Inggris ini dipublikasikan oleh Regnery Publishing, penerbit asal Washington yang terkenal karena menerbitkan karya-karya seputar “kebohongan terencana, pembunuhan karakter dan budaya korupsi” seputar Barack Obama.
Buku Wilders akan ikut memperkaya seputar topik ini. Dia akan “mengungkapkan” bagaimana dan kenapa politikus kiri, termasuk Barack Obama, meremehkan ancaman yang dibawa Islam. Sekali lagi kancah internasional akan mengecam Belanda. Dan Perdana Menteri Rutte tentu saja akan kebagian getah atas perilaku Wilders sebagai rekan koalisinya.
Siapa Wilders sebenarnya? Wilders bisa menjadi sosok hangat ketika berdiskusi tentang topik di berita utama surat kabar.Namun, sebagian orang lagi mengatakan Wilders sebagai pemuda rapuh dan penuh kecemasan. Ponselnya tak pernah lepas dari jangkauan, untuk memantau dan mengomentari berita-berita terakhir.
Serbuan komentarnya mengalir lancar melalui tweet-nya. Dia bisa menelepon kapan saja di mana saja, siang malam.
Si cemas Wilders juga kerap menggigiti kuku-kukunya. Tapi semua kecemasan akan hilang tak berbekas saat dia sudah berada di tribun. Politisi asal Venlo, Belanda selatan ini akan lancar menyerang semua orang dan tampak menikmatinya.
Politikus lain menyebutkan dia sebagai sosok yang cenderung angin-anginan dari segi loyalitas dan pandangan-pandangannya. Banyak kandidat di PVV yang tidak pernah disapanya.
“Dia akan setia selama kita berguna baginya,” kata salah satu dari mereka. “Pada aslinya dia itu tidak punya empati sama sekali,” tulis de Volkskrant.
Awal tahun ini majalah Newsweek asal Amerika menulis profil Wilders. Salah satu kalimatnya berbunyi: Anda mulai bertanya-tanya apakah Wilders benar-benar percaya pada kalimat yang dia gembor-gemborkan. Ataukah dia hanya mengeluarkan pernyataan tersebut untuk membantunya maju dalam politik?
Politik adalah hobi Wilders. Dalam menjalankan hobinya, selama delapan tahun siang dan malam Wilders hampir selalu berada dalam pengawasan para pengawalnya. Situasinya luar biasa menegangkan. Wilders tinggal di suatu apartemen rahasia bersama istrinya di sekitar Den Haag yang disediakan pemerintah. Kamera dipasang di mana-mana.“Rumah saya bahkan jauh lebih aman daripada bank,” katanya sekali waktu.
Apakah para pengawal itu ada gunanya? Wilders sendiri tampak skeptis. “Kehadiran mereka mungkin hanya mengurangi lima persen dari semua risiko. Orang lewat yang melihat saya dan tiba-tiba mau menampar saya mungkin masih bisa dihindari oleh para pengawal saya, tapi orang-orang yang benar-benar berencana akan susah dihindari. Saya membayar mahal untuk mengurangi sedikit sekali risiko.”
Dia juga diketahui selalu bekerja. Di akhir pekan dia membatasi “hanya” bekerja 10 jam per hari. “Memang dengan cara hidup begini saya tidak punya banyak teman lagi.”
Seorang teman lamanya pernah berkata; “Wilders orangnya tertutup dan selalu bekerja. Cara kerja yang menghancurkan dirinya sendiri. Saya suka bertanya-tanya bagaimana ya kalau misi hidupnya gagal? Hidupnya setelah ini pasti tidak akan nyaman. Bagi Wilders hanya ada all or nothing.”