REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Ketua Bank Dunia Robert Zoellick pada Kamis (19/4) waktu setempat, mengecam langkah pemerintah Argentina menasionalisasi perusahaan minyak YPF, yang dimiliki Repsol asal Spanyol.
"Saya berpendapat bahwa ini adalah kesalahan dan sebuah gejala yang harus diwaspadai. Jika dalam tekanan ekonomi sebuah negara memilih untuk mengambil kebijakan secara otokratis, maka kemungkinan besar akan muncul proteksionisme dan nasionalisme," kata Zoellick pada konferensi pers.
"Jadi saya pikir ini adalah hal yang salah untuk dilakukan," kata dia kepada wartawan di sehari sebelum pertemuan antara Bank Dunia dan International Monetary Fund yang diadakan di Washington.
Setelahnya, Zoellick berkata pada CNN bahwa Argentina harus mengakui bahwa langkah yang sudah mereka ambil adalah kesalahan dan mengembalikan YPF pada posisi semula.
"Sekarang bukan waktunya untuk bermain api, Argentina akan tertinggal di ekonomi internasional. Hal tersebut akan menyakiti masyarakat negara itu dan inilah yang saya khawatirkan," kata dia.
"Apa yang ada di pikiran investor yang menempatkan uangnya di negara yang rakyatnya mengambil sesuatu yang merupakan hak milik pribadi?" kata Zoellick.
Presiden Argentina Cristina Kirchner mengumumkan pada Senin rencana untuk mengambil 51 persen saham Repsol di YPF. Kirchner menuduh Repsol gagal berinvestasi di perusahaan itu dan memaksa negara untuk menaikkan impor minyak dan gas.
Langkah Kirchner telah memprovokasi kemarahan dari Spanyol dan kritik dari negara maju lainnya dengan Amerika Serikat sebagai pemimpin. Namun Argentina mendapat dukungan dari pemimpin sayap kiri di Amerika Latin seperti Presiden Venezuela, Hugo Chaves.
Menteri Keuangan Argentina, Hernan Lorenzino, diharapkan dapat bergabung dengan pemimpin keuangan lain di seluruh dunia dalam pertemuan musim semi Bank Dunia dengan IMF yang akan dibuka Jumat.