Rabu 25 Apr 2012 04:30 WIB

Mesir Tolak Lisensi Delapan LSM AS

Rep: Lingga Permesti/ Red: Hafidz Muftisany
Sam LaHood putra menteri transportasi AS Ray LaHood yang ikut ditahan di Mesir
Foto: detroitnews
Sam LaHood putra menteri transportasi AS Ray LaHood yang ikut ditahan di Mesir

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO-- Pemerintah Mesir menolak memberi izin delapan organisasi nirlaba Amerika Serikat untuk membuka kantor dan beroperasi di negara Pyramid itu, Senin (23/4). Organisasi nirlaba tersebut termasuk organisasi pemantau pemilu Mesir yang dipimpin mantan Presiden AS, Jimmy Carter.

Langkah untuk menolak izin untuk LSM Carter Center dan lainnya datang hanya satu bulan menjelang pemilihan presiden pertama Mesir sejak penggulingan pemimpin lama Hosni Mubarak tahun lalu. Penolakan terhadap LSM Carter, yang mencoba untuk memastikan pemilu Mesir bebas dan adil, menimbulkan keraguan tentang apakah pemungutan suara Mesir nanti akan berlangsung transparan.

Menurut kantor berita Mesir, MENA, langkah tersebut dapat merusak hubungan Kairo dengan Washington. Berdasar Departemen Dalam Negeri Mesir, penolakan izin tersebut karena pihaknya yakin kegiatan organisasi tersebut telah melanggar kedaulatan negara.

Selain Carter Center untuk Hak Asasi Manusia, organisasi kristen Kelompok Yatim Koptik, Seed of Peace dan organisasi lain telah ditolak. Pengacara organisasi Yatim Koptik, Negad al-Borai, heran atas keputusan tersebut. "Saya tidak mengerti bagaimana sebuah kelompok amal seperti Yatim Koptik yang bekerja sama dengan 35 gereja di Mesir untuk memberi bantuan medis dan sosial ditolak,"katanya,

Sementara dari pihak Carter Center, belum secara resmi diberitahu mengenai keputusan tersebut. Namun, Direktur Carter Center di Mesir, Sanne van den Bergh, mengaku tahu dari laporan media.  

Keputusan Mesir juga bertepatan dengan Interpol Prancis yang menolak permintaan Mesir untuk mengeluarkan surat penangkapan kepada 15 karyawan dari sejumlah organisasi nirlaba di Mesir. Interpol meyakini bahwa kelima belas karyawan tersebut tidak melarang politik, militer, agama atau ras.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement