REPUBLIKA.CO.ID, Mantan Presiden Amerika Serikat Jimmy Carter memperingatkan terhadap kemungkinan perang dengan Iran dan mengecam keterlibatan AS dalam konflik yang tidak adil di berbagai penjuru dunia.
Carter menyampaikan hal itu dalam pidato pada pertemuan puncak para pemenang Hadiah Nobel Perdamaian di Chicago, Selasa (24/4), seperti dilaporkan AFP.
"Perang dibenarkan sebagai alternatif terakhir ketika semua resolusi damai telah buntu, ketika semua usaha telah dilakukan untuk melindungi warga sipil, dan ketika masyarakat secara umum menyetujui legalitasnya. Tujuan dari perang ini adalah untuk menciptakan situasi lebih baik, bukan memperburuk keadaan," katanya, menambahkan bahwa kebijakan AS dalam perang pre-emptive sama sekali tidak masuk dalam kategori tadi.
Carter mengatakan bahwa meski ia tidak menentang perang pada kondisi-kondisi darurat, tapi kriteria-kriteria untuk menggelar sebuah perang yang legal dan adil sering tidak terpenuhi.
Dia mencatat bahwa AS senantiasa berperang selama 60 tahun terakhir, di Korea, Vietnam, Kamboja, El Salvador, Libya, Panama, Haiti, Yugoslavia, Irak, Afghanistan dan banyak tempat lainnya.
Ditambahkannya, kebanyakan dari perang itu gagal untuk memenuhi kriteria sebuah perang yang legal dan adil dan beberapa dari perang itu sama sekali tidak diperlukan.
"Sekarang, kita sedang membahas sebuah perang baru dan kemungkinan dengan Iran," ujar pemenang Hadiah Nobel Perdamaian ini.
AS dan Israel telah berulang kali mengancam Iran dengan opsi serangan militer, berdasarkan klaim bahwa aktivitas nuklir Tehran mungkin memiliki aspek militer rahasia.
Iran membantah keras tuduhan itu dan menegaskan bahwa sebagai penandatangan Traktat Non-Proliferasi Nuklir (NPT) dan anggota Badan Energi Atom Internasional (IAEA), memiliki hak untuk mengembangkan teknologi nuklir bertujuan damai.