Jumat 27 Apr 2012 12:16 WIB

Penundaan Sanksi UE, Pertanda Baik Bagi Myanmar

Rep: Gita Amanda/ Red: Dewi Mardiani
menteri luar negeri Bulgaria Nikolay Mladenov
Foto: reuters
menteri luar negeri Bulgaria Nikolay Mladenov

REPUBLIKA.CO.ID, BRUNEI -- Pengumuman baru dari Uni Eropa (UE) untuk menunda sanksi terhadap Myanmar, diharapkan menjadi pertanda baik dalam mengubah Myanmar. Langkah awal tersebut juga diharapkan dapat membawa perkembangan positif dengan diangkatnya seluruh sanksi.

Menteri Luar Negeri Bulgaria, Nickolay E Mladenov, yang ditemui saat mengahdiri Rapat Menteri-menteri ASEAN-Uni Eropa ke-19 di Brunei mengatakan, negaranya mendukung suspensi sanksi terhadap Myanmar. Ia juga menyatakan harapan bahwa langkah berikutnya Uni Eropa dapat mengangkat sanksi penuh terhadap Myanmar.

“Kami mendukung penangguhan sanksi terhadap Myanmar. Saya berharap langkah pertama ini dapat mencapai titik dimana semua sanksi bisa diangkat,” kata Mladenov seperti dilansir The Brunei Times, Jumat (27/4).

Berkaitan dengan bantuan pembangunan yang akan diberikan Uni Eropa, ia mengatakan bahwa paket bantuan senilai 150 juta euro telah ada di persiapkan. Berdasarkan pernyataan Komisi Eropa menurutnya, bantuan tersebut untuk mendukung berbagai sektor pembanguan di Myanmar. Mulai dari kesehatan, pendidikan, pertanian hingga bantuan untuk masyarakat yang terpuruk.

Mladenov mengatakan, Myanmar dapat belajar dari Bulgaria dan banyak Negara Eropa pusat dan tengah. Mereka pernah mengalami masa lalu yang bermasalah namun kemudian bangkit. Ia menambahkan isu-isu seperti perubahan konstitusional, integritas minoritas dalam masyarakat dan pasar terbuka merupakan isu penting yang perlu diperhatikan Myanmar.

Dalam wawancara terpisah, Menteri Luar Negeri Indonesia, Marty Natalegawa mengatakan, pengumuman Uni Eropa terhadap Myanmar merupakan awal dari proses untuk mengakhiri seluruh sanksi. “Langkah Uni Eropa menunda sanksi terhadap Myanmar adalah perkembangan positif,“ ujar Marty.

Sekertaris Jenderal ASEAN, Surin Pitsuwan, mengatakan masalah Myanmar telah menyebabkan perselisihan antara dua blok dalam waktu lama. Bahkan sebelum Myanmar bergabung dalam keanggotaan ASEAN pada 1997. “ Sejak saat itu Myanmar telah menjadi masalah dengan semua mitra dialog, terutama Uni Eropa,” ujar dia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement