REPUBLIKA.CO.ID, NAYPYIDAW -- Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa, Ban Ki-moon, menyeru pengakhiran pertumpahan darah di wilayah bergolak Myanmar utara. Insiden tersebut dapat merusak citra pemerintah pembaru.
Keberlanjutan pertempuran sengit di negara bagian Kachin, ujung utara Myanmar, tidak sesuai dengan keberhasilan perjanjian gencatan senjata dengan semua kelompok utama lain. "Rakyat Kachin seharusnya mendapat kesempatan bahwa gencatan senjata dan kesepakatan politik dapat membawa perdamaian dan pembangunan," kata Ban kepada anggota parlemen dalam pidato bersejarah di parlemen.
Pemerintah baru Myanmar menandatangani serangkaian gencatan senjata dengan beberapa kelompok suku pemberontak berbeda. Penandatanganan gencatan senjata tersebut dilakukan sebagai bagian dari serangkaian perubahan sejak berkuasa pada tahun lalu.
Tapi, kekerasan di Kachin berlanjut sejak gencatan senjata 17 tahun runtuh pada tahun lalu. Puluh ribuan orang mengungsi akibat bentrok antara pasukan pemerintah dengan gerilyawan Tentara Pembebasan Kachin (KIA).
Kendati Perserikatan Bangsa-Bangsa baru-baru ini mengirim iringan bantuan hingga wilayah yang sulit dijangkau, masih banyak pengungsi yang tetap membutuhkan bantuan. Akibat musim hujan, keadaan diperkirakan menjadi lebih parah.
"Saya mengakui memunyai jalur kemanusiaan di Kachin. Jalur itu harus berlangsung," kata Ban kepada anggota parlemen.