REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Sudan Selatan menduduki daerah-daerah baru di perbatasan dengan Sudan. Menurut Kementerian Luar Negeri Khartoum, upaya pendudukan itu dilakukan dalam satu pola perluasan agresi.
"Pemerintah Sudan menginformasikan bahwa Sudan Selatan dan tentaranya sedang berusaha memperluas agresi serta menduduki beberapa daerah yang disengketakan dengan paksa. Sudan tidak dapat membiarkan pasukan pendudukan menegakkan kekuasaan mereka," katanya, Selasa (1/5) seperti dilansir AFP dan Antara, Rabu (2/5).
Pernyataan itu dikeluarkan seminggu setelah pasukan Sudan Selatan mengatakan mereka telah merampungkan penarikan dari daerah minyak utama, Heglig. Daerah itu mereka duduki selama 10 hari yang juga dilakukan serangan-serangan udara Sudan di perbatasan Sudan Selatan.
Militer Sudan mengatakan meereka memaksa pasukan Sudan Selatan mundur dari Heglig. Paksaan itu berupa pertempuran paling seru dalam sebulan bentrokan perbatasan dan menimbulkan kekhawatiran akan terjadi perang lebih luas antara kedua negara itu.
Dalam pernyataannya, Kementerian Luar Negeri Sudan itu mengatakan pasukan Sudan Selatan Senin menduduki satu daerah yang disengketakan di perbatasan Darfur, Sudan dan negara bagian Bahr el-Ghazal Barat, Sudan Selatan. Pendudukan ini terjadi sehari setelah Sudan Selatan menduduki satu daerah lainnya yang disengketakan di perbatasan Darfur, tambah kementerian itu.
"Ini adalah satu rencana untuk melanjutkan perang dan merusak perdamaian dan keamanan serta stabilitas di sepanjang perbatasan Sudan dan Sudan Selatan," kata kementerian itu. Pasukan Sudan selama beberapa bulan berperang melawan etnik-etnik pemberontak di Kordofan Selatan dan Nil Biru.
Dewan Keamanan PBB, pekan lalu, memulai perundingan mengenai satu resolusi yang dapat mengizinkan pemberlakuan sanksi-sanksi terhadap Sudan dan Sudan Selatan. Resolusi dikeluarkan PBB, jika mereka tidak melaksanakan tuntutan-tuntutan Uni Afrika untuk mengakhiri bentrokan senjata mereka yang meletus sebulan lalu.