REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Pekan lalu, terjadi demonstrasi besar-besaran di Malaysia. Demonstrasi yang terjadi pada Sabtu (28/4) meningkatkan suhu politik di Malaysia.
Demonstran yang menyebut dirinya Gerakan Bersih 3.0 meminta reformasi pemilu di Malaysia. Sementara Pemerintah Malaysia menuding gerakan Bersih 3.0 memiliki maksud lain dalam aksi tersebut.
Ketua Umum Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional, Dr. Nasir Tamara, yang juga sebagai komisi independen pencari fakta tentang pemilu di Malaysia mengatakan, demonstrasi besar-besaran tersebut sebagai tonggak perubahan di Malaysia.
"Dulu, masyarakat tidak berani. Mereka diancam penjara dan denda sangat takut, tetapi sekarang, urat takutya sudah putus. Ini semua tanda perubahan," kata Nasir kepada Republika, Senin (1/4).
Pada intinya, demonstrasi besar-besaran di Malaysia bertujuan mendesak pemerintah untuk menggelar reformasi pemilu. Pemilu di Malaysia, kata Nasir, masih banyak dihiasi kecurangan. Beberapa kecurangan yang diminta dihapus oleh para demonstran diantaranya:
1. Sistem pemilu yang tidak adil. Satu suara orang terpilih di satu daerah, tidak sama pembaginya dengan daerah lain. Di daerah Jakarta misalnya, satu suara orang terpilih hanya dengan mengumpulkan 7.000 suara. Tetapi tidak jauh dari itu, daerah lain, satu kursi terpilih harus mengumpulkan 100 ribu suara. Kalau di Indonesia jelas bilangan pembaginya. Jadi ini tidak adil.
2. Di Malaysia, kalau ingin menjadi pemilih harus mendaftarkan diri. Di negara lain dan Indonesia khususnya, jika sudah berusia 18 tahun, otomatis menjadi pemilih.