REPUBLIKA.CO.ID, BEIJING -- Aktivis tuna netra asal Cina, Chen Guangheng mengaku khawatir terkait nasibnya yang meminta suaka kepada Amerika Serikat. Pasalnya, hingga kini ia belum bertemu dengan diplomat AS.
Dalam sebuah wawancara singkat via telepon, Chen mengaku dirinya khawatir akan keselamatannya dan keluarganya setelah kasus yang menimpa Chen. Menurut Chen kini pergerakan istrinya, Yuan Weijing juga telah dibatasi dan dipantau Pemerintah Cina. Ia bahkan mengatakan teman-temannya juga telah dilecehkan.
"Situasi saya saat ini tidak baik. Saya semakin khawatir karena belum bisa bertemu dengan diplomat AS di kedutaan," ujar Chen yang saat ini dirawat di sebuah rumah sakit Beijing, karena menderita cedera ringan saat melarikan diri.
Para pejabat AS mengatakan, telah berbicara dengan Chen melalui telepon. Mereka juga telah bertatap muka dengan istri Chen.
Kampanye Chen pada 2005 lalu membuat marah pejabat Shandong. Chen sengaja mengekspos mengenai program aborsi paksa sebagai bagian dari kebijakan satu anak di Cina. Ia resmi dibebaskan pada September 2010 setelah empat tahun di penjara atas tuduhan 'mengganggu lalu lintas'. Kemudian Chen bersembunyi di kedutaan AS di Beijing untuk meminta suaka setelah melarikan diri dari rumahnya yang dijaga ketat Pemerintah Cina pada 22 April lalu.
Sebelumnya, AS menyatakan siap membantu aktivis tuna netra Cina, Chen yang sedang mencari suaka, Kamis (3/5) kemarin. Chen yang lari dari tahanan rumah dan meminta perlindungan di Kedutaan Besar AS di Beijing, menjadi masalah yang membayangi konferensi tingkat tinggi Cina-AS. Masalah ini juga membuat hubungan kedua negara memanas.