REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Badan Islam Malaysia, Komisi Fatwa Nasional, mengumumkan larangan bagi umat Muslim untuk berpartisipasi dalam demonstrasi atau pertemuan yang dilakukan guna menggulingkan pemerintah dan menyebabkan gangguan di dalam negeri.
"Kerusuhan yang menyebabkan gangguan serta merusak aset publik, semuanya dilarang oleh Islam. Ini juga berlaku untuk yang berniat menggulingkan pemerintah yang terpilih dengan mengorganisir aksi demonstrasi tersebut," kata ketua Komite Fatwa Nasional Malaysia, Dr Abdul Shukor Husin kepada wartawan, Ahad (6/5) setelah memimpin rapat komite.
Menurutnya, tidak ada yang dikecualikan, dan tidak ada yang harus didukung dalam setiap upaya yang dapat menyebabkan kerugian, kegelisahan atau keresahan di kalangan umat Islam ke titik perpecahan masyarakat, apa lagi jika ada pertumpahan darah.
Dia juga mengatakan bahwa komite melihat serius masalah ini. Seperti dilaporkan surat kabar The Malaysia Star, beberapa Muslim terlibat dalam kerusuhan selama demonstrasi jalanan, seperti yang terjadi di ibukota pada 28 April lalu.
"Islam tidak pernah meminta pengikutnya untuk menggunakan tindakan yang bisa mengancam kehidupan masyarakat hanya untuk mengejar agenda tertentu," kata komite fatwa, menambahkan bahwa Muslim yang berpartisipasi dalam demonstrasi tersebut harus bertobat.
Sebelumnya, terjadi demonstrasi besar-besaran di Malaysia. Demonstrasi yang terjadi pada Sabtu (28/4) meningkatkan suhu politik di Malaysia. Demonstran yang menyebut dirinya Gerakan Bersih 3.0 meminta reformasi pemilu di Malaysia. Sementara Pemerintah Malaysia menuding gerakan Bersih 3.0 mempunyai maksud lain dalam aksi tersebut.
Dalam demonstrasi tersebut, polisi menembakkan gas air mata dan meriam air ke arah pengunjukrasa yang meminta pemilu bersih untuk Malaysia. Para demonstran memaksa menerobos masuk ke lapangan Merdeka. Padahal lapangan ini sudah ditutup polisi.
Polisi memperkirakan ada 30 ribu orang demonstran pada Sabtu lalu. Media independen Malaysia mengklaim yang datang tiga kali lipat dari jumlah itu, mencapai 100 ribu orang. Bila benar, ini berarti satu rekor tersendiri pengunjukrasa yang sama saat reformasi Malaysia 1998 terhadap Perdana Menteri Mahathir Mohammad.
Menurut mantan ketua umum Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional, Dr Nasir Tamara, yang juga sebagai komisi independen pencari fakta mengenai pemilu di Malaysia mengatakan, demonstrasi besar-besaran tersebut sebagai tonggak perubahan di Malaysia.
"Dahulu, masyarakat tidak berani. Mereka diancam penjara dan denda sangat takut, tetapi sekarang, urat takutya sudah putus. Ini semua tanda perubahan,"kata Nasir.