REPUBLIKA.CO.ID, BANGKOK-- Seorang pria Thailand yang dipenjara selama 20 tahun karena dianggap tak menghormati Ratu Sirkit, meninggal dipenjara. Ia meninggal beberapa bulan saat menjalani masa hukumannya.
Kasus ini berawal pada November 2011 lalu, saat itu Amphon Tangnoppaku (61 tahun) yang dijuluki media "Paman SMS", memicu perdebatan terkait hukuman keras yang diberlakukan Thailand padanya. Ia dijatuhi hukuman 20 tahun penjara karena dianggap telah melakukan kejahatan negara dengan menghina raja, ratu, atau putra mahkota.
Pengacara Amphon, Anon Numpa mengatakan, Amphon telah mengadukan sakit perutnya yang semakin bertambah parah pada unit rumah sakit penjara. Sejak Jumat (4/5), Amphon telah mengeluhkan sakit yang dideritanya tersebut. "Hingga saat ini kami belum menemukan penyebab kematiannya. Namun selama ini ia telah berjuang melawan kanker yang dideritanya," kata Anon seperti dilansir Reuters, Selasa (8/5).
Amphon dinyatakan bersalah setelah dianggap mengirimkan pesan kritikan, melalui ponselnya kepada seorang sekretaris pribadi mantan Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva pada Mei 2010. Selama persidangan, Amphon telah membantah mengirimkan pesan SMS tersebut. Amphon mengatakan, ia bahkan tak tahu cara mengirim pesan melalui telpon genggamnya.
Pemerintah setempat telah mengabaikan seruan internasional, untuk mereformasi hukuman mengenai penghinaan terhadap kepala negara. Masalah ini dianggap sangat sensitif, sebab di negara tersebut Raja Bhumibol Adulyadej (84 tahun) dianggap setengah dewa. Hukum ini semakin dipertanyakan di Thailand. Beberapa kritikus berpendapat, undang-undang tersebut disalahgunakan untuk mendiskreditkan aktivis dan politisi.
Anon mengatakan, sebelumnya raja telah mengabulkan permohonan pengampunan untuk kliennya yang lain, Wichaikhammat Lerpong. Lerpong selama ini dikenal dengan sebutan Joe Gordon. Permohonan tersebut telah mendapat persetujuan Menteri Kehakiman dan telah diteruskan pada Biro Keluarga Raja.
Gordon, merupakan keturunan Thailand yang berkewarganegaraan AS. Ia dijatuhi hukuman dua setengah tahun penjara pada Desember 2011 lalu. Ia mengaku bersalah menggunakan internet untuk menyebarkan informasi yang menghina monarki. Kedutaan AS mengkritik hal tersebut dan mengatakan mendukung kebebasan berekspresi di Thailand seperti di tempat lain di dunia.