Senin 14 May 2012 17:10 WIB

NATO Terindikasi Langgar HAM dalam Serangan Libya

Rep: Ani Nursalikah/ Red: Ajeng Ritzki Pitakasari
Ini adalah reruntuhan yang dulunya menjadi rumah tinggal empat keluarga di Libya. Bangunan itu hancur dalam serangan udara NATO dan menjadi salah satu yang masuk dalam pengakuan langka NATO bahwa mereka telah salah sasaran
Foto: AFP
Ini adalah reruntuhan yang dulunya menjadi rumah tinggal empat keluarga di Libya. Bangunan itu hancur dalam serangan udara NATO dan menjadi salah satu yang masuk dalam pengakuan langka NATO bahwa mereka telah salah sasaran

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI - Mohammed al-Gherari harus rela kehilangan lima anggota keluarga, termasuk keponakannya yang masih kecil. Mereka tewas ketika NATO secara tidak sengaja menyerang kompleks mereka di ibukota Libya saat mereka tidur.

Hampir satu tahun kemudian, kesedihannya diperparah oleh ancaman dan tuduhan tetangganya. Ia dan orang lain yang selamat dari serangan dituduh menyembunyikan seorang loyalis rezim atau menyembunyikan senjata untuk pasukan Moammar Qaddafi.

Menurut laporan yang dirilis Lembaga Pengawas Hak Asasi Manusia (Human Rights Watch), sedikitnya 72 warga sipil tewas oleh serangan udara NATO. Sepertiganya berusia di bawah 18 tahun. Kelompok advokasi yang berbasis di New York tersebut meminta aliansi Barat untuk mengakui korban dan memberi kompensasi bagi yang selamat.

Keputusan AS dan NATO yang melancarkan serangan udara terhadap pasukan keamanan rezim dan infrastruktur militer menandai titik balik dalam perang sipil Libya. Langkah itu itu memberikan pemberontak kesempatan. Pemerintah Qaddafi dan sekutuya di Rusia dan Cina mengkritik aliansi karena melampaui mandat PBB untuk melindungi warga sipil.

Jumlah warga Libya yang tewas atau cedera dalam serangan udara juga muncul sebagai isu kunci dalam perang. Rezim Qaddafi kerap melebihkan jumlah korban tewas. NATO menolak berkomentar mengenai jumlah korban dan bersikeras semua target mereka adalah militer.

Komisi Penyelidikan Internasional di Libya yang ditunjuk PBB mengatakan awal tahun ini sedikitnya 60 warga sipil telah sengaja dibunuh. Mereka merekomendasikan penyelidikan lebih lanjut.

Sementara berdasarkan investigasi di Libya sejak Agustus 2011 sampai April 2012, Lembaga Pengawas Hak Asasi Manusia menetapkan 28 pria, 20 perempuan dan 24 anak tewas dalam delapan serangan bom NATO di Tripoli, Zlitan, Sorman, Bani Walid, Gurdabiya dan kampung halaman Gadhafi, Sirte. Kelompok advokasi tersebut mengakui angka itu relatif rendah mengingat luasnya seragan udara selama tujuh bulan.

Di Brussels, NATO mengatakan pihaknya telah melakukan pengeboman dengan penuh perhitungan. Menurut mereka, NATO juga telah memenuhi persyaratan hukum kemanusiaan internasional. "NATO melakukan segala cara untuk meminimalkan risiko terhadap warga sipil tetapi dalam operasi militer risiko tersebut tidak bisa dipastikan nol," kata Juru Bicara NATO Oana Lungescu, Senin (14/5).

Ia mengatakan NATO sangat menyesal atas jatuhnya korban sipil yang mungkin disebabkan NATO. Dia menambahkan, aliansi telah mengkaji dugaan adanya korban sipil. "Kami telah meninjau semua informasi yang kami pegang sebagai sebuah organisasi dan menegaskan bahwa target spesifik yang diserang NATO adalah sasaran militer yang sah," kata Lungescu.

Aliansi ini tidak memiliki pasukan di lapangan selama atau setelah konflik yang bisa secara independen memeriksa hasil serangan udara tersebut. Lembaga Pengawas Hak Asasi Manusia merekomendasikan NATO membuat informasi publik tentang sasaran militer yang dimaksud dalam kasus di mana warga sipil terluka atau terbunuh dan memberikan kompensasi yang cepat dan tepat kepada keluarga.

Namun serangan terhadap al-Gherari pada 19 Juni 2011 adalah kasus langka di mana NATO mengakui telah membuat kesalahan. Dalam pernyataannya, NATO mengatakan tampaknya satu senjata tidak menyerang target yang diinginkan dan mungkin ada kegagalan sistem senjata yang mungkin telah menyebabkan sejumlah korban sipil.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement