REPUBLIKA.CO.ID, Ketua Mahkamah Agung Iran Ayatullah Sadeq Amoli Larijani menilai rencana Barat dan Arab Saudi soal penggabungan Riyadh dan Manama sebagai sebuah "permainan berbahaya."
"Setelah menyadari bahwa rakyat Bahrain tidak akan merelakan hak mereka, Barat dan negara-negara Arab di kawasan kini memulai permainan berbahaya," kata Ayatollah Larijani mengacu pada rencana penggabungan Arab Saudi dengan Bahrain.
Berdasarkan laporan terbaru, Arab Saudi berusaha bergabung dengan Bahrain sesuai dengan rencana menyatukan enam negara Arab anggota Dewan Kerjasama Teluk-Persia (P-GCC). "Kami berharap bahwa para penguasa Arab Saudi dan Bahrain sadar dan membiarkan rakyat Bahrain," tambahnya.
Pada Desember 2011, Raja Abdullah menyerukan kepada negara-negara anggota P-GCC untuk bergerak melampaui tahap kerja sama dan menuju ke tahap penyatuan.
Ayatullah Larijani juga menegaskan bahwa cara Barat menyikapi gerakan kebangkitan rakyat di Bahrain menunjukkan kontradiksi antara slogan dan tindakan mereka.
Rakyat Bahrain telah berdemonstrasi sejak pertengahan Februari 2011. Awalnya protes menuntut reformasi politik dan menbentuk pemerintahan monarki konstitusional. Akan tetapi setelah politik represif yang ditunjukkan oleh keluarga al-Khalifa, tuntutan berubah menjadi seruan penggulingan kekuasaan keluarga kerajaan al-Khalifa.
Demonstran Bahrain juga berdemonstrasi menentang dukungan AS terhadap aksi brutal rezim Manama dalam menyikapi protes rakyat.
Pada 11 Mei lalu, Departemen Luar Negeri AS menyatakan bahwa Washington akan melanjutkan penjualan senjata ke Manama. Kelompok-kelompok oposisi Bahrain dan aktivis mengecam keputusan tersebut dan menilainya berpotensi mendorong pelanggaran hak asasi manusia yang lebih luas di negara ini.