REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Sri Lanka membentuk sejumlah pengadilan baru untuk mempercepat kasus-kasus terhadap ratusan tersangka pemberontak Tamil. Tiga tahun setelah berakhirnya perang etnik di negara itu, ada lebih dari 650 tahanan dari pemberontak.
Menurut juru bicara pemerintah, Lakshman Yapa Abeywardena, kementerian kehakiman akan membuka tiga pengadilan di dekat bekas zona perang di wilayah timurlaut Sri Lanka. Pengadilan itulah yang bakal menangani ratusan tahanan tersebut. "Kami telah mengambil keputusan untuk mempercepat kasus-kasus itu," kata Abeywardena, Kamis (24/5) seperti dilansir AFP dan dipantau Antara, Jumat (25/5).
Partai oposisi Aliansi Nasional Tamil (TNA) menuduh pihak berwenang menahan para tersangka itu dalam kondisi mengenaskan. Beberapa dari mereka sudah ditahan selama bertahun-tahun tanpa tuntutan. Mereka dituduh melakukan kejahatan, termasuk menjadi anggota kelompok terlarang Macan Pembebasan Tamil Eelam (LTTE) yang melawan pemerintah untuk mendirikan negara Tamil.
"Kami mendesak pemerintah mengambil langkah-langkah segera untuk membebaskan seluruh tahanan politik Tamil karena tiga tahun telah berlalu sejak berakhirnya konflik bersenjata," kata pemimpin TNA R Sampanthan kepada parlemen pekan ini.
Menurut Sampanthan, pemerintah mengeklaim telah membebaskan lebih dari 10 ribu pemberontak Tamil yang menyerahkan diri kepada pasukan keamanan selama tahap-tahap akhir perang pada 2009. Namun ratusan orang masih ditahan dan beberapa orang lain ditangkap kembali.
Pemerintah Sri Lanka menyatakan, lebih dari 12 ribu pemberontak Tamil menyerahkan diri kepada pasukan keamanan ketika LTTE ditumpas pada Mei 2009. Pasukan Sri Lanka meluncurkan serangan besar-besaran untuk menumpas kelompok pemberontak Macan Tamil pada 2009 yang mengakhiri perang etnik hampir empat dasawarsa di negara tersebut. Meski begitu, banyak tudingan terhadap pemerintah atas pelanggaran hak asasi manusia.