REPUBLIKA.CO.ID, GAZA -- Tangan Zuhair Muhammad (38 tahun) gemetaran saat memegang tiket pesawat Palestina Airlines. Zuhair, salah satu penumpang terakhir Palestina Airline itu terharu karena maskapai penerbangan resmi Palestina kembali mengudara setelah tujuh tahun berhenti beroperasi.
Pesawat bermuatan 48 orang yang tak beroperasi akibat konflik berkepanjangan antara Palestina dan Israel itu, akan terbang dua kali dalam satu pekan akhir Mei ini. Rute penerbangan dua kali seminggu antara El-Arish dan Marka di Ibukota Yordania, Amman. Ini berarti warga Gaza tak perlu lagi melakukan perjalanan ke Kairo sejauh 350 kilometer.
Salah seorang pegawai negeri di Palestina, Mustafa Abu Dan (32 tahun), mengatakan, ia membeli empat tiket untuk penerbangan ke Amman pada Ahad (27/5). Ia mengaku senang dapat lebih menghemat waktu dan uang. Namun ia tetap khawatir, setiap perjalanan warga Gaza selalu rentan terhadap gejolak politik. "Rafah adalah satu-satunya gerbang kami ke dunia luar. Tapi kami tetap berharap memiliki bandara sendiri, sehingga dapat melakukan perjalanan tanpa masalah, seperti orang lain" kata Abu Dan, seperti dilansir Alarabiya.
Palestina Airlines mengoperasikan dua pesawat, yakni Fokker 50 Turboprop dan pensiunan Boeing 727. Pesawat Fokker merupakan sumbangan dari Belanda, sementara Boeing 727 mereka dapatkan dari Arab Saudi. Selama tak beroperasi, Palestina Airlines menyewa salah satu Fokkrs untuk kapal Mesir yang logonya masih dilukis di pesawat. Pesawat lainnya ditandai garis-garis hitam, merah dan hijau pada ekor, yang menandai warna bendera Palestina.
Pada Ahad lalu, penerbangan Amman-El Arish dilakukan dengan mengangkut 27 penumpang. Sekitar 44 tiket pesawat juga telah dipesan untuk penerbangan selanjutnya. Penerbangan ini memakan waktu satu jam 35 menit. Menghemat waktu hingga dua kali lipat dari waktu yang diperlukan dengan melewati Israel. Pejabat maskapai mengatakan, penerbangan ke Arab Saudi untuk muslim yang melakukan ziarah umrah akan dimulai akhir pekan ini. Sementara rute ke Uni Emirat Arab dan Turki sedang direncanakan.
Maskapai ini berharap akan menghasilkan keuntungan. Tetapi yang lebih penting, beroperasinya pesawat ini sebagai simbol kebanggaan nasional warga Palestina dan membuat kemudahan bagi warga Palestina. "Kami ingin bendera Palestina tetap terbang,"kata direktur regional maskapai, Azmi Samaan. Menurutnya, beroperasinya kembali Palestina Airline adalah sebagai bagian dari kemerdekaan Palestina, tak peduli berapapun biaya yang akan dikeluarkan.