REPUBLIKA.CO.ID, Korea Utara mengecam keputusan Jepang untuk mengirim pasukannya bergabung dengan pasukan penjaga perdamaian PBB di Sudan Selatan.
Tokyo sebelumnya menyatakan minatnya untuk bergabung dengan misi perdamaian PBB untuk menciptakan keamanan dan perdamaian di Sudan Selatan.
Koran Rodong Sinmon, cetakan Korut menulis, "Mengingat kejahatan militer Jepang di masa lalu, pasukan ini tidak berhak untuk andil di misi perdamaian PBB."
Koran ini menjelaskan, pasukan pertahanan Jepang kini telah berubah menjadi unit-unit militer perang yang memiliki kemampuan dalam operasi pertahanan dan hal ini menunjukkan militeralisasi Tokyo.
Koran Rodong Sinmun meyakini petinggi Jepang memanfaatkan seluruh peluang dan kondisi untuk meningkatkan kehadiran pasukannya di luar negeri dengan harapan mampu mempersiapkan kondisi sesuai harapan mereka untuk melakukan serangan atas nama organisasi internasional.
Sumber ini memperingatkan jika Jepang kembali berusaha mengaktifkan kembali agresinya terhadap Korea Utara maka Pyongyang akan menyikapi serius hal ini dan Tokyo akan membayar mahal ulahnya tersebut.
Menurut laporan Itar-Tass dari Pyongyang, Semenanjung Korea di tahun 1910-1945 berada di bawah penjajahan Jepang. Meski kedua Korea hingga kini tetap mendesak Jepang, Tokyo masih tetap enggan minta maaf atas kejahatan perangnya dan memberi ganti rugi.