REPUBLIKA.CO.ID, MANILA - Esmail Amil Enog, seorang pria yang bersaksi di pengadilan dalam kasus pembantaian politik Filipina, ditemukan tewas dengan kondisi tubuh terkoyak seperti digergaji, kata seorang pejabat setempat, Jumat (1/6).
Esmail Amil Enog menghilang sejak Maret setelah berbicara sebagai saksi di persidangan 2011 mengenai dugaan adanya peran kelompok etnis politik yang kuat pada pembantaian 57 orang pada 2009, kata jaksa Nena Santos. "Mayat korban diletakkan di dalam sebuah karung dan telah dimutilasi, mungkin dipotong menggunakan gergaji," kata Santos.
Nena Santos enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai tempat dan waktu ditemukannya mayat Enog karena akan membahayakan nyawa orang lain. "Jika kami menyebutkan nama seseorang, dia pasti akan dibunuh," lanjutnya.
Kepala Polisi Provinsi Maguindanao Marcelo Pintac mengatakan bahwa Enog secara resmi telah dilaporkan menghilang, namun dia tidak mengetahui mengenai penemuan mayat tersebut. Provinsi Maguindanao adalah tempat pembantaian massal itu terjadi.
Enog adalah seorang karyawan yang bekerja untuk satu keluarga bermarga Ampatuan di Maguindanao. Enog telah bersaksi bahwa dia dipaksa ikut bergabung dengan kelompok bersenjata menuju ke suatu tempat yang menjadi lokasi penculikan 57 korban pembantaian itu.
Para korban penculikan tersebut, yang merupakan kerabat dan pengacara pesaing calon gubernur Ampatuan, Esmael Mangudadatu, serta 32 wartawan, kemudian ditemukan tewas di sebuah kuburan massal.
Para jaksa penuntut menduga bahwa pembantaian tersebut merupakan upaya untuk menjegal calon gubernur asal Ampatuan dari Provinsi Mangudadatu dalam pemilu gubernur.
Pembantaian tersebut mengejutkan dunia dan memaksa Presiden Gloria Arroyo mengambil tindakan keras terhadap sekutunya terdahulu. Kelompok sekutu Arroyo adalah narga Ampatuan yang berkuasa selama berpuluh-puluh tahun di provinsi bagian selatan tersebut.
Kepala suku Andal Ampatuan Snr dan beberapa putranya termasuk di antara 64 orang yang diadili di Manila terkait pembantaian itu. Namun, sekitar 100 tersangka lain masih berkeliaran. Kebanyakan dari mereka merupakan pengikut kelompok bersenjata Ampatuan yang masih berpengaruh di daerah tersebut.
Santos mengatakan bahwa Enog telah mengetahui sejumlah tersangka lain dalam pembantaian itu. Menurutnya, kematian Enog bisa menakuti saksi lain.
Peneliti Pengawas HAM (Human Rights Watch) Carlos Conde mengatakan bahwa laporan Santos mengenai pembunuhan Enog berkaitan dengan saksi lain tersebut telah diintimidasi dan disuap. "Pembunuhan itu dimaksudkan untuk menyampaikan pesan dan memberikan efek takut bagi sejumlah saksi yang lain," katanya.
Conde mengatakan bahwa Enog menolak tawaran perlindungan diri dari pemerintah, yang merupakan indikasi adanya kesalahan dalam program perlindungan saksi dari negara. Saksi lain juga telah tewas dibunuh pada 2010 dan keluarga para saksi itu juga diserang, tambahnya.