REPUBLIKA.CO.ID, Media massa terkemuka di Amerika Serikat (AS) melaporkan terjadinya serangan cyber oleh negeri Paman Sam dan Israel terhadap Iran.
New York Times, Jumat (1/6), melaporkan bahwa Presiden Barack Obama secara langsung dan diam-diam memerintahkan serangan cyber menggunakan virus komputer Stuxnet terhadap Iran untuk melumpuhkan program nuklir negara itu.
Harian AS itu menegaskan bahwa virus Stuxnet diciptakan dengan bantuan unit intelijen rahasia Israel. Stuxnet, pertama diidentifikasi oleh pemerintah Iran pada bulan Juni 2010.
Virus ini merupakan malware yang dirancang untuk menginfeksi komputer menggunakan sistem kontrol yang digunakan oleh industri yang mengelola pasokan air, minyak, dan pembangkit listrik.
Pada bulan Juli 2010, laporan media menyebutkan bahwa Stuxnet menarget industri komputer di seluruh dunia, dan Iran menjadi target utama serangan tersebut.
Media melaporkan bahwa pembangkit listrik tenaga nuklir Bushehr menjadi pusat serangan cyber. Namun, para ahli Iran mampu mendeteksi virus dan mencegah kerusakan pada situs industri nuklirnya.
Selain Stuxnet, AS bersama Israel juga melancarkan virus lain bernama Flame yang dilancarkan terhadap Iran. Ternyata, virus itu menyebar ke seluruh dunia.
Pejabat Lembaga Teknologi dan Informasi Iran menyatakan, sebanyak 30 negara termasuk Australia, Belanda, dan Malaysia serta berbagai negara yang selama ini tidak menjalin hubungan kerja sama dengan Iran, mengontak Pusat Karantina Cyber Iran dan meminta bantuan beserta perangkat untuk melawan dan menghapus virus Flame. Esmail Radkani mengatakan, virus itu tidak bisa dideteksi oleh 34 anti-virus terkemuka dunia.
Kini perang cyber yang dilancarkan AS terhadap Iran dampaknya mulai menjalar ke negara lain. Yang dirugikan bukan hanya Iran, tapi negara-negara dunia. Hingga kini organisasi internasional seperti PBB hanya pasif menyikapi perang cyber yang dilancarkan Paman Sam itu. Padahal dampak destruktifnya begitu jelas.
Menurut kantor berita IRIB, negara adidaya semacam AS menggunakan teknologi tinggi untuk menghegemoni dunia demi kepentingan ambisiusnya menjadi penguasa tunggal. Setelah gagal memonopoli teknologi nuklir, kali ini Washington melancarkan perang cyber demi melanggengkan imperialisme barunya.
IRIB menilai pernyataan Menteri pertahanan AS, Leon Pannetta baru-baru ini sungguh ironis. "Setiap tindakan menyerang infrastruktur industri AS di dunia cyber berarti menyatakan perang terhadap Washington,'' ujarnya.
Tapi, pada saat yang sama AS sendirilah yang menyerang negara lain dengan mengirimkan virus mematikan seperti Stuxnet dan Flame