REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON - Amerika Serikat menyuarakan keprihatinannya terhadap "situasi mengerikan" yang dihadapi oleh para pengungsi Sudan di Sudan Selatan. Negara itu dan meminta negara-negara, para donor dan perusahaan swasta untuk mendukung pada seruan PBB.
Washington mendesak "komunitas internasional untuk bergabung bersama kami dalam upaya untuk meringankan penderitaan dan membantu mereka yang terpengaruh oleh kekerasan yang berkelanjutan," kata Juru Bicara Departemen Luar Negeri Mark Toner Ia, dalam pernyataannya, menambahkan bahwa pemerintah AS telah menyediakan 34 juta dolar AS sebagai bantuan darurat.
Sekarang ada lebih dari 150 ribu pengungsi Sudan di Sudan Selatan, terutama yang melarikan diri dari Nil Biru Sudan dan Kordofan Selatan, katanya.
Ada kekhawatiran terhadap akses air untuk mereka, sementara organisasi kemanusiaan, yang juga mulai kekurangan sumber daya, sedang berjuang untuk memperbaiki jaringan jalan yang memungkinkan akses ke pemukiman-pemukiman pengungsi yang membengkak.
"Bahkan keadaan darurat dapat lebih mengkhawatirkan seiring dengan datangnya musim hujan. Kondisi itu akan makin membatasi akses ke kawasan pengungsi," kata Toner.
Komisioner tingkat tinggi PBB untuk pengungsi (UNHCR) telah meminta bantuan dana sebesar 145 juta dolar AS guna membantu mencegah tragedi kemanusiaan, tetapi Toner mengatakan walaupun AS berkontribusi "70 persen sisanya tetap belum terpenuhi."
"Kita menyeru semua mitra internasional untuk membantu kita memenuhi permintaan darurat UNHCR... Kita juga mendorong semua donor, serta perusahaan-perusahaan swasta yang mungkin punya peralatan untuk mengatasi keadaan kritis di kawasan pengungsi di Sudan Selatan, guna menyediakan tambahan bantuan kemanusiaan."
Perang yang terjadi setahun yang lalu mengakibatkan peningkatan jumlah rakyat yang kelaparan dan mengungsi dari wilayah Kordofan Selatan and Nil Biru ke negara tetangga Sudan Selatan.
Walaupun komunitas internasional telah mencemaskan merebaknya malnutrisi dan kekurangan makanan, namun pemerintah Sudan, dengan alasan keamanan, meneruskan untuk memperketat akses organisasi kemanusiaan di daerah itu.
Etnis Nuba dari Gerakan Pembebasan Rakyat Sudan Utara (SPLM-N) berperang bersama pemberontak di bagian selatan selama 22 tahun perang sipil yang berakhir pada 2005 dengan perjanjian perdamaian yang membuka jalan untuk kemerdekaan Sudan Selatan Juli lalu.
Bentrokan meletus di Kordofan Selatan setelah SPLM-N menuduh terjadinya kecurangan dalam pemilihan umum dan sayap bersenjatanya diperintahkan pindah ke Sudan Selatan.