Senin 11 Jun 2012 11:31 WIB

Ikhwanul Muslimin Menang Telak Suara di Luar Negeri

Rep: Lingga Permesti/ Red: Hafidz Muftisany
Capres Mesir dari Ikhwanul Muslimin, Mohammed Mursi
Foto: AP Photo/Fredrik Persson
Capres Mesir dari Ikhwanul Muslimin, Mohammed Mursi

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO-- Kandidat presiden Ikhwanul Muslimin, Mohammed Morsi, meraih kemenangan mutlak dalam pemilihan presiden putaran kedua di negara-negara Teluk, Ahad (10/6). Morsi dilaporkan memeroleh 88 persen suara dari ekspartiat di negara-negara Teluk.

Diperkirakan sekitar 310 ribu warga Mesir yang tinggal di luar negeri memberikan suaranya. Komunitas ekspatriat di Arab Saudi menyumbang hampir setengah dari pemilih yakni lebih kurang 150 orang. Kemudian berturut turut Kuwat dan Uni Emirat Arab dengan jumlah 54.530 dan 33 ribu.

Sementara kandidat presiden Ahmed Shafig dilaporkan memimpin kalangan pemilih di beberapa negara barat seperti Austria, Yunani, Selandia Baru dan Amerika Serikat.

Dalam putaran pertama pemilihan presiden, Morsi mengungguli 12 pesaing lainnya dengan 106.252 suara di 33 negara. Juru bicara tim sukses Mursi, Yasir Ali, Ahad (10/5), mengatakan Morsi mendapatkan 90 persen dari seluruh suara yang diberikan warga Mesir di Arab Saudi, sebanyak 74.070 suara. Sementara di Qatar, Morsi memeroleh 14.678 suara atau 85 persen. Sedangkan di Kuwait, Morsi memperoleh lebih dari 70 persen suara.

Berbeda dengan negara lain seperti Indonesia, pilpres untuk warga Mesir yang tinggal di luar negeri dilaksanakan terlebih dulu sebelum pemilihan di dalam negeri. Pilpres di dalam negeri sendiri dijadwalkan pada 16-17 Juni mendatang.

Kedua kandidat terus menyerang satu sama lain dalam kampanye presiden. Shafiq pada Sabtu menuduh Morsi dan Ikhwanul Muslimin untuk merusak proses pemilu. Ikhwan menggunakan masjid untuk menyebarkan kebohongan terhadap dia dan kampanye.

Sementara Ikhwan mengatakan pencalonan Morsi mewakili perjuangan melawan sisa-sisa rezim lama Hosni Mubarak. Ikhwan menuduh Shafiq memainkan peran penting dalam tewasnya demonstran yang terluka saat pemberontakan Februari 2011. beberapa pengacara meminta Shafiq untuk dijadikan tersangka karena ia menjabat sebagai perdana menteri saat itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement