REPUBLIKA.CO.ID, AS dan Pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) telah menggulirkan perang di Suriah dengan mendanai dan melatih para teroris yang melakukan pembantaian massal Houla di negara Arab itu, demikian ungkap seorang analis kepada Press TV.
"Ini adalah perang agresi. Hal ini tidak harus menggunakan instrumen perang konvensional yang berupa artileri, armada udara dan lain sebagainya, melain pasukan khusus sekutu yang terjun ke lapangan," kata Michel Chossudovsky, profesor di Pusat Penelitian Globalisasi di Montreal, Kanada.
Ditambahkannya bahwa aliansi yang didukung AS tengah mementaskan "peristiwa-peristiwa dengan korban massal" di Suriah, yaitu pembunuhan warga sipil lalu melimpahkan tudingan kepada pihak musuh.
Asal usul historis dari "persitiwa berkorban massal" itu kembali ke "Operasi Northwoods" pada tahun 1962 oleh Pentagon, dengan membunuh massal warga sipil di komunitas Kuba Miami, dengan maksud menjustifikasi perang terhadap Kuba.
Abcnews.com pada 1 Mei 2001 menulis, "Rencana itu dikembangkan sebagai sarana untuk mengelabui publik Amerika dan masyarakat internasional agar mendukung perang untuk menggulingkan pemimpin komunis Kuba, Fidel Castro."
Pada 25 Mei lalu, 108 orang tewas dalam pembantaian di kota Houla, di Provinsi Homs, Suriah. Kurang dari dua pekan, aksi pembantaian serupa juga terjadi di wilayah al-Qubeir di Provinsi Hama.
Chossudovsky menambahkan bahwa bukan kebetulan jika AS mengancam Cina di Laut Cina Selatan dan juga mengancam Rusia di perbatasan Eropa. "Ancaman-ancaman tersebut bernota-bene bahwa agar Rusia dan Cina harus patuh, ini adalah proses pemerasan," katanya.
"Tapi saya harus menekankan bahwa jika aksi militer yang lebih luas dilakukan terhadap Suriah maka hal itu dapat meluas dan menjadi perang regional, yang akan merambah hingga Mediterania Timur dan Asia Tengah," pungkas Chossudovsky.