REPUBLIKA.CO.ID, JENEWA-- Pascapemerintahan junta, Myanmar mulai membuka hubungan ekonomi yang sempat jalan ditempat. Peraih Nobel Perdamaian, Aung San Suu Kyi meminta investasi asing di Myanmar harus sejalan dengan tujuan demokrasi, Kamis (14/6). Suu Kyi dalam perjalanan pertamanya ke Eropa selama 24 tahun terakhir menyatakan, dibukanya keran investasi di Myanmar adalah hal yang positif selama memihak pada rakyat dan buruh.
Berbicara di Organisasi Buruh Internasional (ILO) di Jenewa, Swiss, Suu Kyi menyampaikan pesan mengenai hak buruh dan tanggung jawab investor. "Saya ingin meminta bantuan dan investasi yang akan menguatkan proses demokrasi,"kata Suu Kyi yang banyak tersenyum kala itu mesti diberitakan sakit karena kelelahan. Ia ingin investasi akan menghasilkan laba yang akan dibagi antara investor dan rakyat.
Dia memilih untuk pergi dulu ke ILO karena kampanye yang tiada henti atas sistem perburuhan di Burma, sebuah kampanye yang dinilai membuat rezim militer terus berada dalam sorotan selama Suu Kyi menjalani tahanan rumah.
Suu Kyi menyadari bahwa negaranya kian dilirik investor asing setelah pemerintah demokrasi terbentuk. Selain itu juga karena dicabutnya sanksi ekonomi terhadap Myanmar. Namun demikian, ia ingin setiap investasi yang masuk harus menonjolkan demokrasi. Bertahun-tahun, Myanmar didera kemiskinan sehingga membutuhkan investasi asing.
"Komunitas internasional mencoba dengan sangat keras untuk membawa negara saya ke dalam demokratisasi dan sekarang tergantung negara kami untuk meresponnya dengan cara yang benar,'' katanya.
Kunjungan Suu Kyi selama dua minggu di Eropa ini, akan dilanjutkan perjalanan ke Swiss dan Oslo. Ia akan memberi pidato tertundanya untuk raihan Nobel Perdamaian pada 1991. Pada saat itu, ia ditahan oleh militer karena memimpin sebuah partai pro-demokrasi untuk pemilu di tahun 1990. Ia juga akan mengunjungi Prancis, Irlandia, dan Inggris untuk berbicara di parlemen dan menerima penghargaan doktor kehormatan dari Oxford.
Suu Kyi sangat berhati-hati untuk menjawab isu sensitif mengenai bentrokan antara Buddha dan Muslim Rohingya di Rakhine barat Myanmar. Suu Kyi menolak mengatakan langsung apakah Muslim Rohingya adalah berkewarganegaraan Myanmar. Menurutnya, masalah ini harus diputuskan oleh aturan hukum.