REPUBLIKA.CO.ID, Rakyat Yordania kembali memprotes kenaikan harga komoditas yang melambung tinggi, menyusul kebijakan penyesuaian harga yang dilakukan pemerintah untuk menutupi defisit anggaran negara itu.
Setelah shalat Jumat, demonstran membanjiri jalan utama ibukota untuk mendesak pemerintah mencari cara lain guna mengatasi defisit anggaran besar yang diperkirakan mencapai sekitar 3 miliar dolar AS pada akhir 2012. Para pengunjuk rasa juga mengecam kegagalan pemerintah melaksanakan reformasi politik yang dijanjikan.
Pada 26 Mei, kabinet Yordania mengumumkan bahwa harga bensin premium dinaikkan 20 persen menjadi satu dinar (1,4 dolar AS) dari 0,795 dinar per liter. Tarif listrik juga juga naik yang secara otomatis melambungkan harga di sektor industri dan jasa. Meski demikian, pemerintah tidak menaikkan harga bensin kelas biasa yang digunakan oleh rakyat berpenghasilan rendah guna untuk menghindari protes yang lebih luas.
Pemerintah Yordania berdalih terpaksa menaikkan harga listrik setelah terjadi gangguan pada impor gas Mesir yang akhirnya mendesak beralih ke solar yang jauh lebih mahal untuk menutupi kebutuhan listrik. Impor gas dari Mesir menyuplai 80 persen pembangkit listrik Yordania.
Sejak Januari 2011, rakyat Yordania berunjuk rasa menuntut reformasi politik, termasuk pemilihan perdana menteri langsung oleh suara rakyat dan pemberatasan korupsi.
Sejak awal aksi protes meletus, Raja Abdullah II telah memecat tiga perdana menteri dalam upaya meredam protes. Raja juga telah mengubah pasal 42 UUD yang berusia 60 tahun, yang memberikan peran lebih luas terhadap parlemen dalam aturan pengambilan keputusan politik di negara Arab itu.