REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK---Berkurangnya harapan untuk pertumbuhan ekonomi global yang lebih kuat dan stok di Amerika Serikat yang terus menerus melimpah mendorong harga minyak mentah turun tajam pada Kamis (Jumat pagi WIB).
Kedua acuan utama, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) dan minyak mentah Brent North Sea kehilangan lebih dari 3,7 persen.
Harapan permintaan melemah setelah data mengindikasikan pertumbuhan ekonomi lebih lemah di Amerika Serikat, China dan Eropa, serta angka departemen energi AS menunjukkan persediaan minyak mentah AS melonjak secara tak terduga.
Kontrak acuan AS, minyak mentah WTI atau light sweet untuk pengiriman Agustus, jatuh 3,25 dolar AS dari harga Rabu menjadi ditutup pada 78,20 dolar AS per barel, tingkat terendah sejak awal Oktober.
Di London, minyak mentah Brent North Sea untuk pengiriman Juli turun 3,46 dolar AS dari penutupan Rabu menjadi 89,23 dolar AS per barel, perjalanan pertama di bawah batas 90 dolar AS sejak Desember 2010.
Penurunan semuanya tentang tanda-tanda buruk bagi pertumbuhan ekonomi dan konsumsi minyak dari data di seluruh dunia, terhadap sebuah kenaikan umum dalam produksi terutama di Amerika Utara.
Kurangnya upaya stimulus baru dan penurunan proyeksi pertumbuhan AS oleh Federal Reserve pada Rabu, diikuti Kamis oleh angka suram pada indeks pembelian manajer (PMI) China yang dipantau ketat dari bank HSBC, yang jatuh ke 48,1 pada Juni dari 48,4 pada Mei karena ekspor menyusut dan permintaan domestik lemah.
Dan di Eropa, PMI lebih luas Uni Eropa untuk Juni dari perusahaan riset Markit berada di tingkat yang terendah selama tiga tahun, karena sentimen bisnis memburuk di kawasan yang dilanda krisis tersebut, survei penting menunjukkan Kamis.
"Resesi selalu menimbulkan risiko penurunan terbesar untuk harga minyak," kata James Williams dari WTRG Economics.
Di atas semua itu adalah kejutan lonjakan cadangan minyak komersial AS. Persediaan tak terduga meningkat 2,9 juta barel pada pekan lalu ke tingkat tertinggi selama hampir 22 tahun.
"Data persediaan yang diterbitkan oleh Departemen Energi AS kemarin adalah yang serius," kata analis Commerzbank Carsten Fritsch.