REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO -- Kandidat presiden Mesir, Ahmed Shafiq, mengumumkan kemenangan dalam pemilihan presiden Mesir berdasar penghitungan suara yang dilakukan oleh tim kampanyenya, Kamis (21/6). Sementara itu, ribuan pengunjuk rasa berkumpul di Lapangan Tahrir guna menyerukan protes pembubaran parlemen.
Sebelumnya, Mohammed Mursi dari kandidat Ikhwanul Muslimin menyatakan kemenangan pada Senin pagi. Dalam pidato yang disiarkan televisi negara, Shafiq menyatakan hana komisi tinggi pemilihan merupakan satu-satunya lembaga resmi yang berhak mengeluarkan pernyataan. Pernyataan Shafiq ini adalah langkah lebih lanjut dalam upaya menantang Islamis.
"Saya sepenuhnya yakin akan menjadi pemenang yang sah. Sebagai calon presiden dan berdasarkan proses penghitungan oleh tim kampanye saya, saya meraih jumlah suara terbanyak, dan saya yakin saya akan jadi presiden sah Mesir," kata Shafiq.
Dia mengekritik Mursi karena berusaha menekan komisi pemilu dengan menyatakan kemenangan dan menyerukan protes di jalanan. Sementara pendukung Mursi khawatir bahwa penundaan pengumuman pemilu kemungkinan sebagai upaya memenangkan Shafiq.
Shafiq berjanji jika dia terpilih akan menjaga stabilitas keamanan dan merangkul semua pihak. "Waktunya akan tiba bagi dikeluarkannya hasil akhir, yang akan sama dengan yang telah didapati tim kampanye saja," kata Shafiq.
Shafiq juga menyalahkan pers dan sejumlah pemantau independen menyangkut hasil pemilihan presiden tahap kedua pada akhir pekan lalu. "Media massa dan beberapa pemantau independen membuat kesalahan besar dengan melaporkan hasil pemilihan presiden dari segelintir tempat pemungutan suara, kemudian menyimpulkan hasilnya," kata Shafiq di Kairo
Masyarakat Mesir dan kelompok internasional telah menyuarakan keprihatinan bahwa penguasa militer yang kini berkuasa telah mengubah peraturan konstitusional, bahkan membubarkan parlemen.
Sementara itu, juru bicara Ikhwanul Muslimin Mahmoud Guzlan akan berpartisipasi dalam protes pada Jumat untuk menolak pembubaran parlemen. Ikhwanul Muslimin sudah berada di Lapangan Tahrir untuk menolak keputusan Mahkamah Konstitusi Tinggi untuk membubarkan parlemen dan menunda hasil akhir pemilu.