Senin 25 Jun 2012 05:46 WIB

Didesak Mundur, 'PM Irak adalah Diktator yang Haus Pujian'

Nuri al Maliki
Foto: Reuters
Nuri al Maliki

REPUBLIKA.CO.ID, NAJAF---Perdana Menteri Irak Nuri al-Maliki harus diganti agar reformasi bisa berlangsung, kata ulama berpengaruh Syiah Moqtada al-Sadr, Minggu, dengan menambahkan bahwa anggota-anggota parlemen dari kubunya akan mendukung mosi tidak percaya jika diperlukan.

"Reformasi merupakan tujuan utama, dan penarikan kepercayaan akan mendahului reformasi ini," kata Sadr kepada wartawan di kota suci Syiah, Najaf, dengan menyamakan situasi itu seperti berwudhu sebelum shalat.

"Kita hendak melaksanakan shalat, namun shalat kita tidak akan benar kecuali jika kita berwudhu terlebih dulu," katanya. "Reformasi tidak akan terlaksana tanpa memberikan tekanan terhadap pemerintah."

Sadr mengatakan bahwa ia tidak ingin menarik kepercayaan dari Maliki, namun ia akan mendukung langkah semacam itu jika diperlukan.

"Saya tidak ingin menarik kepercayaan, demikian juga yang lain, namun permohonan pertama dan terakhir kami adalah reformasi dan kemitraan, dan tidak meminggirkan yang lain," kata ulama itu.

Ia mengulangi lagi bahwa jika suara blok parlemen kubunya diperlukan untuk mendongkel Maliki, maka ia akan memberikannya.

Sadr, ketua blok parlemen Ahrar, bagian penting dari pemerintah persatuan nasional, sebelumnya mengecam PM Irak itu sebagai "diktator" yang haus pujian dan menuduhnya berusaha menunda atau membatalkan pemilihan umum.

Kamis, ketua parlemen Osama al-Nujaifi mengatakan, para penentang Maliki dalam beberapa hari mendatang akan meminta kepala pemerintah Irak itu untuk hadir di parlemen dalam upaya baru menggulingkannya.

Perselisihan politik panjang yang bermula dengan tuduhan-tuduhan bahwa Maliki memonopoli pengambilan keputusan dalam pemerintah persatuan nasional Irak dan bergerak ke arah kediktatoran memuncak dengan seruan-seruan bagi pengunduran dirinya.

Blok Iraqiya yang didukung Sunni, Presiden Kurdi Massud Barzani dan ulama berpengaruh Syiah Moqtada al-Sadr merupakan kekuatan utama yang mendorong pengunduran diri PM Irak itu.

Irak dilanda kekerasan yang menewaskan ratusan orang dan kemelut politik sejak pasukan AS menyelesaikan penarikan dari negara itu pada 18 Desember 2011, meninggalkan tanggung jawab keamanan kepada pasukan Irak.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement