REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO---Pengadilan Mesir membatalkan keputusan pemerintah yang mengizinkan tentara menahan warga sipil, pukulan bagi militer penguasa, yang bersiap menyerahkan kekuasaan kepada presiden terpilih.
Pemerintah sementara dukungan militer mengeluarkan keputusan beberapa hari sebelum pemilihan presiden putaran kedua pada 16-17 Juni, yang memberi tentara kekuasaan menahan orang dalam kerusuhan di jalan.
Tetapi kelompok-kelompok hak asasi manusia dan para politisi menentang keputusan itu, menuduh militer menghidupkan kembali kekuasan-kekuasaan darurat yang menghalang penentangan terhadap Husni Mubarak sampai satu pemberontakan rakyat mengakhiri kekuasaan tiga dasawarsanya Februari tahun lalu.
Pengadilan menyetujui sikap mereka. "Pengadilan mengumumkan dalam keputusannya bahwa Menteri Kehakiman memperkosa wewenang yang diberikan oleh konstitusi dengan mengeluarkan satu keputusan yang mengizinkan para anggota polisi militer dan intelijen militer untuk menangkap," kata satu dokumen dari pengadilan Kairo yang menjelaskan keputusan Hakim Ali Fikry.
Kementerian Kehakiman memiliki hak mengajukan keputusan pengadilan administratif itu, yang segera diberlakukan.
Keputusan pun dibuat untuk memulihkan mandat militer untuk memberlakukan undang-undang dan perintah sebelum satu konstitusi baru disusun-- satu proses yang diperkirakan akan berlangsung sebelum 1 Juli di mana dewan militer yang berkuasa menurut rencana akan menyerahkan kekuasaan kepada prsiden terpilih Mohamed Mursi dari Ikhawanul Muslimin.
Militer telah mengekang kekuasaan Mursi dengan membubarkan parlemen dan memegang pengawasan yang lebih besar atas penyusunan konstitusi baru. Wewenangnya tetap menjadi subjek perundingan dibelakang layar dengan Dewan Tertinggi Angkatan Bersenjata yang berkuasa.