Sabtu 30 Jun 2012 06:14 WIB

Mursi Bertekad Bebaskan Ulama Mesir di AS

Muhammad Mursi terpilih sebagai presiden Mesir yang baru.
Foto: Ahmed Jadallah/Reuters
Muhammad Mursi terpilih sebagai presiden Mesir yang baru.

REPUBLIKA.CO.ID, KAIRO---Di tengah pagar betis pengamanan super ketat pasukan pengawal presiden, Dr Mohamed Mursi, presiden terpilih Mesir, berikrar akan membebaskan Syeikh Omar Abdel Rahman, ulama Mesir yang divonis penjara seumur hidup di Amerika Serikat.

"Semua tahanan politik di masa rezim lama akan saya bebaskan termasuk Syeikh Omar Abdel Rahman," kata Mursi dalam orasi di depan demo sejuta umat di Bundaran Tahrir, pusat kota Kairo, Jumat petang.

Abdel Rahman, ulama berusia 74 tahun itu sedang menjalani hukuman penjara di AS sejak 1996.

"Mulai besok (Sabtu, 30/6), saya akan mulai bekerja untuk membebaskan Syeikh Omar Abdel Rahman yang dipenjara akibat kezaliman rezim lama," tutur Mursi, yang akan dilantik sebagai presiden di Mahkamah Konstitusi pada Sabtu (30/6) ini.

Syeikh Abdel Rahman ditahan di AS sejak 24 Juni 1993 dan pengadilan setempat memvonis penjara seumur hidup pada 1996 atas tuduhan teroris dan serangan bom terhadap 'World Trade Center', Februari 1993.

Sebelumnya, Syeikh Omar Abdel Rahman juga dipenjara selama tiga tahun di Mesir atas tuduhan mengeluarkan fatwa yang berdampak pada pembunuhan Presiden Anwar Saddat pada Oktober 1981.

Sementara itu, dalam pidatonya, Mursi juga berjanji akan melaksanakan tugas sebagai Kepala Negara dengan sebenar-benarnya dan memenuhi semua tuntutan revolusi termasuk menyeret para mantan pejabat di era rezim pimpinan Presiden Husni Mubarak. Rezim lama itu sendiri telah digulingkan dalam revolusi pada awal tahun lalu.

Mantan Ketua Partai Kebebasan dan Keadilan, sayap politik Ikhwanul Muslimin, itu berikrar akan menjalin hubungan yang lebih erat dengan semua negara sahabat dan menghormati perjanjian-perjanjian internasional dengan Mesir.

Mursi menegaskan pula, lembaga militer harus patuh kepada presiden sebagai Panglima Tertinggi.

Di sisi lain, ia juga mengisyaratkan akan membatalkan keputusan pembubaran Parlemen oleh Majelis Tertinggi Angkatan Bersenjata (SCAF) yang berkuasa.

"Presiden memiliki hak prerogatif sesuai konstitusi untuk membuat keputusan-keputusan politik dan semua lembaga pemerintah harus mematuhinya," tandasnya.

SCAF membubarkan Parlemen menjelang tahap akhir pemilihan presiden berdasarkan keputusan Mahkamah Konstitusi. Keputusan itu menyebutkan, pembentukan Parlemen tersebut berdasarkan undang-undang politik yang beberapa pasalnya bertentangan dengan konstitusi.

Parlemen ini merupakan hasil pemilihan legislatif pada akhir tahun lalu dan dimenangkan Ikhwanul Muslimin tersebut. Pemilu itu dipuji internasional sebagai pemilu paling demokratis dalam sejarah Mesir modern.

Ikhwanul Muslimin dan kelompok pro revolusi menolak keras keputusan pembubaran Parlemen tersebut.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement