REPUBLIKA.CO.ID, Muhammad Mursi menjabat presiden baru Mesir sejak Ahad silam (24/06), setelah presiden sebelumnya, Husni Mubarak lengser melalui demonstrasi massal tahun 2011. Morsi menghadapi tantangan besar yaitu kondisi ekonomi Mesir yang sangat buruk dan untuk sementara presiden baru memimpin tanpa parlemen dan tanpa Undang Undang Dasar.
Ada yang berharap Mursi akan menjadikan Mesir sebuah negara demokratis. Namun ada juga yang cemas ia bakal membentuk negara Islam. Berikut ini perkenalan dengan Muhammad Morsi melalui lima pertanyaan.
1. Bagaimana hubungan tentara dengan presiden?
Selama 60 tahun kemerdekaan Mesir, Mursi adalah presiden pertama yang bukan militer. Menjelang pengumuman hasil sementara pemilihan presiden, Dewan Militer mengeluarkan pernyataan yang membatasi secara drastis kekuasaan presiden.
Organisasi HAM Amnesti International cemas tentara akan memanfaatkan kondisi seperti itu untuk tetap melanggar hak-hak asasi manusia. Sementara orang lain mengatakan presiden Mesir hanya menjadi “presiden marionet”.
Selain itu masih belum jelas apa yang akan terjadi dengan parlemen. Beberapa hari sebelum pemilihan presiden, Mahkamah Konstitusi menyatakan sebagian pilpres tidak sah, sehingga Dewan Militer membubarkan parlemen. Ini berarti warga Mesir, dalam waktu dekat, kemungkinan harus kembali memilih parlemen.
Tampaknya Presiden Mursi, yang adalah anggota Ikhwanul Muslimin, untuk sementara menerima keputusan ini. Beberapa anggota Ikhwanul Muslimin diketahui ingin mencari konfrontasi: mereka telah menyatakan keputusan Mahkamah Konstitusi adalah tidak sah dan parlemen tetap dapat menjalankan tugasnya.
Namun diperkirakan Mursi untuk sementara tidak akan mencari konfrontasi langsung, karena dengan demikian ia tidak hanya bisa menimbulkan amarah tentara, melainkan juga kehakiman, termasuk semua lembaga yang terkait dengan kehakiman, seperti polisi dan dinas keamanan.
2. Bisakah Mursi menjadi presiden untuk semua rakyat Mesir?
Dalam pidato pertama dalam pemilu, Muhammad Mursi menyatakan ingin menjadi presiden semua warga Mesir. Ia juga menyatakan dirinya independen dari Ikhwanul Muslimin. Ini langkah pertama yang baik, namun tidak cukup untuk mengurangi ketakutan kelompok-kelompok minoritas.
Mursi menghadapi tekanan untuk sebanyak mungkin menerapkan syariah. Tekanan itu datang dari Ikhwanul Muslimin namun juga dari gerakan-gerakan salafis yang makin populer.
Diperkirakan Mursi akan segera mengangkat orang dari kelompok minoritas, seperti Kristen dan perempuan, untuk menempati posisi-posisi strategis di kabinetnya guna meningkatkan kepercayaan rakyat.
Perlu dikatakan bahwa hampir separuh pemilih (48 persen) memberi suara kepada Ahmed Shafiq, yang dianggap calon dari rezim lama. Tindakan terhadap kelompok-kelompok yang memilih Shafiq, seperti sebagian besar pemilih Kristen, bisa dipandang sebagai pembalasan. Jadi Mursi tak dapat melakukan itu.
3. Dapatkah pilpres Mesir mengakhiri demonstrasi di Lapangan Tahrir?
Banyak warga Mesir sudah jenuh dengan kerusuhan selama 18 bulan. Mereka ingin situasi ekonomi pulih kembali, para turis kembali mengunjungi Mesir, situasi di jalan aman lagi - pendek kata, presiden baru bisa menciptakan stabilitas.
Apakah suasana di Lapangan Tahrir akan tetap tenang juga tergantung dari kelompok pemuda revolusioner. Kebanyakan dari mereka memilih Muhammad Mursi karena tidak mau memilih “calon rezim lama”. Namun suara yang diberikan itu bukan suara penuh keyakinan.
Juga dalam hal ini Mursi harus mencoba memperoleh legitimitas dengan memberi semacam kompensasi atas suara yang diberikan oleh mereka, seperti misalnya mengangkat orang dari gerakan revolusioner.
4. Akankah Ikhwanul Muslimin menghargai aturan permainan demokratis ini?
“Kaum Islamis seperti Ikhwanul Muslimin hanya menggunakan demokrasi untuk berkuasa, untuk kemudian menghancurkan lagi demokrasi itu.” Kecemasan yang sering didengar ini hingga sekarang belum pernah terjadi. Walaupun demikian, Mursi masih harus membuktikan dulu bahwa ketakutan itu tanpa alasan: Ikhwanul Muslimin adalah gerakan ideologis yang mencari keadilan dalam peraturan religius dan bukan dalam keinginan rakyat.
5. Bagaimana Mohammed Mursi menyikapi hubungan internasional Mesir?
Langsung setelah terpilih sebagai Presiden Mesir, Mursi mengumumkan akan menghargai semua kesepakatan internasional. Kendati demikian negara tetangga Israel akan mengamati semua langkah Mursi dengan curiga. Dia harus menghadapi realitas baru pemerintah-pemerintah Islam di kawasan.
Bukan hanya Israel bersikap curiga, negara-negara Teluk seperti Arab Saudi dan Qatar hanya mau menyambut presiden baru selama dia tidak terlalu terbuka memberi bantuan kepada gerakan reformasi Islamis di kawasan Teluk.