Jumat 06 Jul 2012 12:20 WIB

DK PBB Imbau Sudan Selatan Perhatikan HAM

sudan selatan
sudan selatan

REPUBLIKA.CO.ID, PBB - Dewan Keamanan (DK) PBB, Kamis (6/7), memberikan penilaian jujur terhadap tahun pertama Sudan Selatan dengan menyerukan penghormatan yang lebih baik terhadap HAM, pemberantasan korupsi dan peningkatan program-program pengentasan kemiskinan di negara baru itu.

Resolusi PBB telah memperluas mandat misi PBB di Sudan Selatan, UNMISS, selama satu tahun untuk membantu mengatasi permasalahan yang dihadapi oleh negara itu sejak kemerdekaannya diakui oleh dunia internasional pada 9 Juli tahun lalu.

Dewan Keamanan yang terdiri dari 15 negara itu menyatakan "keprihatinan yang mendalam" pada kekerasan etnik yang telah mengakibatkan ratusan orang tewas dan meminta tindakan tegas pada korupsi serta meminta pemerintah "untuk mengambil tanggung jawab yang lebih besar dalam upaya perlindungan rakyat sipil".

Resolusi itu terutama menyoroti keperluan Sudan Selatan untuk mereformasi penjara-penjaranya, yang menurut PBB sejumlah tahanan tewas karena kelaparan dan sakit. "Situasinya yang dihadapi oleh Sudan Selatan berlanjut dan mengancam perdamaian internasional dan keamanan di wilayah tersebut," menurut resolusi.

Sudan Selatan lepas dari Sudan satu tahun lalu pascadua dasawarsa perang sipil yang telah menyebabkan lebih dari dua juta orang tewas. Negara baru itu adalah salah satu negar atermiskin di dunia dan masih berada di ambang perang dengan negara tetangganya selama 12 bulan terakhir.

Dewan Keamanan PBB mengutuk "terulangnya inisiden-insiden kekerasan di perbatasan" dan mengungkapkan "keprihatinan mendalam" pada peningkatan krisis kemanusiaan. Lebih dari 200 ribu pengungsi telah melintasi perbatasan yang dikoyak konflik, Kordofan dan Nil Biru, Sudan Selatan sementara itu puluhan ribu lainnya mengungsi dari wilayah sengketa, Abyei.

Dewan Keamanan PBB menyeru pemerintahan President Salva Kiir untuk "mengambil tanggung jawab lebih besar guna melindungi rakyat sipilnya." Resolusi itu mengatakan pemerintah harus meratifikasi kesepakatan kunci hak asasi manusia internasional terutama perjanjian-perjanjian, yang mencakup perlindungan terhadap perempuan dan anak-anak, pengungsi, dan kelompok-kelompok tak bernegara.

Pemerintah harus "mengakhiri kekerasan yangberkepanjangan, penahanan sewenang-wenang, menciptakan situasi yang aman, dan memperbaiki sistem penjara," kata resolusi itu.

DK PBB menyeru Sudan Selatan untuk "memerangi impunitas dan melakukan pengadilan yang adil bagi seluruh pelaku pelanggaran hak asasi manusia serta hukum kemanusiaan internasional, termasuk yang dilakukan oleh kelompok bersenjata ilegal atau elemen-elemen Tentara Keamanan Republik Sudan Selatan."

"Sudan Selatan diciptakan dengan suatu semangat optimisme luar biasa. Negara ini jelas memperoleh banyak dukungan internasional untuk lepas sari Sudan. Hal-hal yang sekarang lebih mengkhawatirkan," kata seorang diplomat Afrika di Dewan Keamanan. "Resolusi ini lebih masuk akal," kata diplomat PBB yang lain.

Human Rights Watch juga telah menyeru, dalam laporan terbarunya, agar Sudan Selatan memperingati ulang tahun pertamanya dengan "membebaskan semua tahanan yang ditahan secara tidak sah, menjamin kebebasan berbicara, dan mempercepat pengesahan perjanjian kunci hak asasi manusia internasional."

"Sudan Selatan jelas menghadapi tantangan politik, ekonomi, dan keamanan serius, tetapi ada banyak peningkatan perlindungan hak asasi manusia yang hanya akan membutuhkan komitmen politik, bukan sumber daya," kata Daniel Bekele, direktur HRW Afrika.

"Kurangnya tanggungjawab pada kejahatan serius adalah satu masalah lama di Sudan Selatan, negara dengan kapasitas penegakan hukum yang terbatas dan satu wilayah yang luas," kata HRW.

Kelompok-kelompok HAM dan PBB mengatakan bahwa permasalahan yang dihadapi Sudan Selatan telah terlihat dari munculnya aksi kekerasan antar masyarakat di negara bagian Jonglei pada Desember dan Januari yang telah menewaskan lebih dari 800 orang.

Pemerintah telah membentuk sebuah komite pada bulan Maret untuk menyelidiki aksi kekerasan itu. Tetapi anggotanya belum diambil sumpah dan komite itu tidak memiliki anggaran untuk mulai bekerja, kata HRW.

sumber : Antara/AFP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement