REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Upaya-upaya untuk menurunkan ketegangan di Laut Cina Selatan (LCS) akan mendominasi dialog keamanan Asia, ASEAN Regional Forum (ARF) pekan ini di Kamboja, kata para analis. Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS), Hillary Clinton, hadir pada pertemuan ARF di Phnom Penh pada Kamis mendatang.
ARF digelar beberapa hari setelah para menteri luar negeri dari Asia Tenggara melakukan pertemuan di antara mereka. ARF itu juga akan dihadiri oleh mitra-mitra ASEAN dari Cina, Jepang, Korea, dan Australia.
Gesekan menyangkut LCS, wilayah maritim yang diklaim oleh beberapa negara, diyakini akan menjadi isu panas saat 10 anggota Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara itu mengadakan pertemuan pada Senin. Manila merupakan pihak utama yang mendesak ASEAN untuk bersatu membujuk Cina menerima Tata Perilaku di LCS.
Ketegangan di wilayah tersebut meningkat baru-baru ini saat Vietnam dan Filipina menuduh Beijing menunjukkan tingkah lalu agresif. Cina sendiri lebih menginginkan untuk menghadapi masalah LCS itu bersama negara-negara pengklaim secara individual.
"Bagi para anggota ASEAN, ini adalah tentang menggunakan waktu atau beristirahat," kata Carl Thayer, seperti dilansir AFP, Ahad (8/7). Thayer adalah profesor politik dan pakar sekuritas Asia Tenggara di Universitas New South Wales, Australia. "Mereka telah menetapkan bulan ini sebagai tenggat waktu untuk hadir dengan sebuah rancangan COC. Bisa saja ada kemajuan."
Cina, Taiwanm dan empat negara anggota ASEAN yaitu Filipina, Vietnam, Brunei, dan Malaysia masing-masing mengeklaim Laut Cina Selatan sebagai wilayah mereka. Kawasan itu merupakan jalur pelayaran penting dan diyakini kaya akan kandungan minyak dan gas.
Baru baru ini Cina membuat marah Vietnam dengan membuka tender eksplorasi blok-blok minyak di wilayah perairan yang disengketakan. Tindakan Cina itu mengundang protes dari Hanoi awal bulan ini sementara Beijing dan Manila terkunci dalam kebuntuan yang memanas menyangkut dangkalan yang disengketakan.