REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN) harus memberikan prioritas utama pada penurunan ketegangan dengan Beijing di Laut Cina Selatan (LCS). Hal itu disampaikan Perdana Menteri Kamboja Hun Sen, pada pertemuan menteri luar negeri ASEAN di Phnom Penh pada Senin (9/7). Hun Sen juga menekankan kepentingan semua pihak menjaga stabilitas kawasan.
Pada kesempatan itu, PM Hun Sen mengatakan mempersiapkan tata perilaku (code of conduct) dengan Cina di perairan yang yang disengketakan merupakan tujuan utama kesepuluh negara anggota Perhimpunan Negara-negara Asia Tenggara (ASEAN). Ketegangan menyangkut klaim meningkat di LCS.
Hal itu, diyakini akan menjadi isu panas di pertemuan tersebut. Terlebih lagi, kata dia, pada beberapa hari mendatang saat Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton dan mitranya dari Cina akan hadir pada Forum Regional ASEAN (ARF), forum yang memusatkan pembicaraan pada keamanan di kawasan.
Dalam pidato pembukaannya, Hun Sen mengimbau para delegasi untuk fokus dalam mempersiapkan tata perilaku di perairan LCS. Tata perilaku itu akan menjadi acuan bagi pihak-pihak terkait dalam menyelesaikan sengketa wilayah, yang diklaim sekaligus oleh beberapa negara.
Ia mengatakan ASEAN harus menunjukkan bahwa mereka mampu menjadi penggerak dalam upaya memajukan dialog dan kerja sama di bidang politik dan keamanan. "Menjaga perdamaian dan keamanan kawasan merupakan hal yang sangat penting bagi kemakmuran ASEAN," kata Hun Sen, seperti dilansir AFP.
Ketegangan di LCS baru-baru ini meningkat ketika Vietnam dan Filipina menuduh Beijing telah menunjukkan perilaku agresif. Manila menjadi pihak utama yang mendorong ASEAN untuk bersatu membujuk Cina menerima tata perilaku di LCS. Namun, Beijing sendiri lebih memilih menyelesaikan masalah LCS secara individual dengan negara-negara pengeklaim.