Rabu 11 Jul 2012 01:03 WIB

ICC Keluarkan Vonis Awal Kejahatan Perang Kongo

Rep: Bambang Noroyono/ Red: Dewi Mardiani
Mantan panglima perang Kongo, Thomas Lubanga Dyilo.
Foto: Ibanet.org
Mantan panglima perang Kongo, Thomas Lubanga Dyilo.

REPUBLIKA.CO.ID, DEN HAAG -- Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC) di Den Haag, Belanda, menjatuhkan vonis pertama dalam persidangan kejahatan internasional di Kongo. Mantan panglima perang Kongo, Thomas Lubanga Dyilo, dijatuhi hukuman 14 tahun penjara.

Lubanga dinyatakan bersalah karena terbukti melakukan penculikan anak di bawah umur, dan memaksa mereka untuk melakukan peperangan, dalam perang yang terjadi di Republik Demokratis Kongo (DRC) pada 2002 dan 2003 lalu.

Pembacaan vonis kepada Lubanga tersebut, dikatakan Hakim Ketua Adrian Fulford, sangat telat. Sebab berkas tuntutan yang dialamatkan untuk Lubanga baru usai dilengkapi. Dia pun mengeritik kinerja Jaksa ICC, Luis Moreno Ocampo, karena kelalaiannya dalam menyelesaikan kasus yang telah menewaskan sekitar 60 ribu nyawa rakyat Kongo tersebut.

Lubanga, jelas sang Hakim, akan menjalani sisa masa hukumannya selama delapan tahun. Sebab, terpidana telah menjalani masa penahanan pengadilan ICC di Den Haag, Belanda, sejak tahun 2006. Lagipula kata dia, vonis 14 tahun dikatakannya relevan. "Beberapa tuduhan yang dilemparkan oleh Jaksa, tidak dapat dibuktikan," kata dia.

Lembaga hak asasi manusia mengatakan, hukuman bagi Lubanga penting tidak hanya untuk para korbannya, tapi juga sebagai peringatan bagi mereka yang menggunakan tentara anak-anak di berbagai penjuru dunia.

Keputusan hukuman bagi Lubanga merupakan vonis pertama ICC sejak mahkamah itu dibentuk sepuluh tahun lalu. Para penuntut  mengusahakan hukum yang mendekati maksimum untuk Lubanga, yang berkisar dari 30 tahun hingga penjara seumur hidup.

Sekitar 60.000 orang tewas di wilayah Ituri di bagian timur DRC antara 1999 dan 2003 dalam konflik etnis yang ditetapkan Uni Lubanga dari Patriot Kongo melawan milisi dari kelompok etnis Lendu, termasuk Tentara Populer Kongo dan Angkatan Perlawanan Patriotik di Ituri.

sumber : Reuters/VoA
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement