REPUBLIKA.CO.ID,Mesir kini memasuki babak baru. Hal itu terjadi setelah dilangsungkannya pemilu presiden yang memenangkan calon dari Ikhwanul Muslim, Mohamed Mursi. Walaupun, sebagian pihak masih ada yang meragukan kesahihan hasil pemilu pascatumbangnya rezim Hosni Mubarak tersebut.
Namun, babak baru itu juga membawa konsekuensi tersendiri. Pangkalnya adalah langkah presiden terpilih, Mursi yang ingin kembali mengaktifkan parlemen. Langkah tersebut ditolak mentah-mentah oleh Mahkamah agung (MA) Mesir. Bahkan dijelaskan bahwa putusan MA membubarkan Parlemen adalah mengikat secara hukum.
Seperti diketahui pada bulan lalu MA Mesir dukungan militer membubarkan Parlemen yang baru terpilih - yang didominasi kelompok-kelompok Islamis termasuk Ikhwanul Muslimin. Salah satu alasannya sebagian besar anggota baru menempati kursi yang diperuntukkan bagi calon independen.
Tapi Presiden Mursi, yang juga berasal dari Ikhwanul Muslimin minggu ini berusaha membatalkan putusan tersebut dengan mengumumkan bahwa Parlemen akan bersidang kembali dan menggunakan semua wewenangnya.
Akan tetapi MA Mesir menolak langkah Presiden itu. Ketua Parlemen sudah mengundang para anggota ke sidang pembukaan Parlemen. Sementara pihak kepolisian sudah dikerahkan ke Parlemen untuk berjaga-jaga menghadapi ancaman keamanan.
Sedangkan sebagian kalangan di Mesir mengaku khawatir akan terjerumus ke dalam putaran baru ketidak-pastian dan kerusuhan, Mengingat, setelah banyak warga Mesir menyadari bahwa pemilu legislatif di mana mereka memberikan suara pada tahun ini ternyata tidak sah.
Ikhwanul Muslimin sudah lama bermusuhan dengan militer sebagai kekuatan politik saingan. Selama puluhan tahun, Ikhwanul Muslimin dilarang di bawah rejim mantan presiden Hosni Mubarak hinga pergolakan rakyat menggulingkannya.
Kini sepertinya semakin besar kemungkinan munculnya ketegangan politik dengan rejim militer, yang nampaknya bertekad mempertahankan kekuasaan.