REPUBLIKA.CO.ID, Presiden baru Mesir Mohammed Mursi mengatakan, ia akan mengusahakan pembicaraan dengan semua kekuatan politik dan pengadilan untuk menyelesaikan perebutan kekuasaan antara militer dan Parlemen yang didominasi kaum Islamis.
Mursi mengatakan, ia akan menghormati putusan pengadilan yang membatalkan dekritnya untuk menyidangkan Parlemen, yang bertentangan dengan keputusan militer sebelumnya untuk membubarkan Parlemen dan menyelenggarakan pemilu baru.
Mursi mengatakan, ia berkomitmen terhadap hukum dan konstitusi, dan ingin mencegah konfrontasi dengan militer atau pihak berwenang peradilan. Dalam sebuah pernyataan resmi, Mursi mengatakan, ia akan berkonsultasi dengan semua pihak untuk mencari solusi.
"Kalau putusan mahkamah konstitusi kemarin melarang Parlemen menjalankan tanggung-jawabnya, kita akan menghormatinya karena kita adalah negara hukum," ujarnya, sehari setelah pengadilan membekukan dekrit Mursi.
"Akan dilakukan konsultasi dengan semua kekuatan politik dan lembaga-lembaga dan pihak berwenang hukum untuk mencari jalan keluar yang tepat," ujarnya lagi.
Menurut konstitusi sementara yang disusun para jenderal, militer memegang wewenang Parlemen sampai pemilu baru diselenggarakan, sehingga peranan presiden menjadi hampir seperti simbol semata.
Pada Minggu lalu, Mursi memerintahkan Parlemen bersidang kendati militer sebelumnya membubarkan Parlemen sesuai putusan pengadilan bulan lalu.
Dekrit Mursi itu disambut gembira para pendukungnya, yang berpendapat bahwa putusan pengadilan membubarkan Parlemen bersifat politis. Tapi juga muncul kritikan dari para penentangnya, yang menuduhnya melangkahi kewenangannya.
Langkah Mursi dipandang sebagai awal dari pertarungan kekuasaan antara pemimpin sipil pertama Mesir dan militer yang ingin mempertahankan wewenang luas bahkan setelah mereka menyerahkan kekuasaan pada 30 Juni kemarin.
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Hillary Clinton, yang rencananya akan berkunjung ke Kairo pada Sabtu, mendesak semua pihak agar menggelar dialog.