REPUBLIKA.CO.ID,Laporan yang saling bertentangan mewarnai isu pembantaian di Desa Tremseh, Suriah, yang terjadi pada Kamis (12/7) lalu. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang telah mengunjungi lokasi kejadian menyebutkan, serangan pada hari itu menggunakan persenjataan berat.
“Berbagai senjata digunakan, termasuk artileri, mortir, dan senjata ringan,” kata Juru Bicara PBB Sausan Ghosheh dalam sebuah pernyataan seperti dilansir menggunakan senjata berat dalam serangan terhadap Tremseh, Kamis (12/7). Suriah bahkan menuduh PBB dan utusan khusus Liga Arab Kofi Annan terlalu cepat berkomentar. “Pasukan pemerintah tak mengerahkan pesawat atau helikopter, tank atau artileri. Senjata paling berat yang digunakan hanya RPG (granat berpeluncur roket),” kata Makdissi saat jumpa pers di Damaskus, Ahad (15/7).
Apa yang terjadi di Tremseh, kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Suriah Jihad Makdissi hanyalah bentrokan senjata, bukan pembantaian. Jumlah korban tewas, klaim Makdissi, seperti dikutip dari Aljazirah hanya 37 orang, termasuk dua warga sipil, bukan ratusan sebagaimana banyak diberitakan. “Kejadian itu (di Tremseh) adalah baku tembak pasukan pemerintah dengan kelompok bersenjata yang tidak percaya solusi damai. Inilah kenyataannya, secara politik maupun militer,” katanya.
Tentara Pemerintah Suriah menargetkan lima bangunan berisi orang-orang yang mereka sebut “teroris bersenjata”. Tempat yang dituding terjadi pembantaian itu pun merupakan daerah yang terlalu kecil untuk menggunakan tank. Jika pengamat menemukan bukti penggunaan senjata berat, kata Makdissi, maka itu digunakan oleh pihak pemberontak.
Misi Stabilisasi PBB di Suriah (Unsmis) menegaskan, telah terjadi pertempuran di daerah Tremseh pada Kamis (12/7), melibatkan unit persenjataan mekanik serta helikopter. Untuk mengonfirmasi semua informasi dan temuan awal ini, pengamat PBB kembali ke Tremseh pada Ahad (15/7) untuk investigasi.
Sejauh ini, kesimpulan PBB sesuai dengan keterangan pemerintah dan belum bisa membenarkan laporan warga sipil yang menyebut serangan itu sebagai pembantaian. Kendati demikian, sejumlah pihak menyayangkan kedatangan PBB yang baru tiba di lokasi 48 jam se telah peristiwa Tremseh terjadi.
“Masih ada banyak syuhada di bawah reruntuhan dan di medan pertempuran,” ujar seorang aktivis, Bassel Darwish. Dia mengungkapkan, tim PBB memasuki Tremseh pada Sabtu (14/7) bersama tentara Suriah.
Laporan jumlah korban hingga kini belum dapat diverifikasi karena Suriah sangat membatasi gerak jurnalis. Tetapi, secara keseluruhan, sekitar 16 ribu orang diperkirakan tewas sejak pemberontakan menentang pemerintahan Bashar al-Assad mu lai Maret 2011.