Senin 16 Jul 2012 14:27 WIB

Tuareg Hentikan Perjuangan Separatis di Mali

Kelompok Islam, Anshar Dine, di Mali utara
Kelompok Islam, Anshar Dine, di Mali utara

REPUBLIKA.CO.ID, BAMAKO -- Gerilyawan suku Tuareg yang menguasai wilayah utara Mali mengumumkan penghentian upaya untuk mendirikan sebuah negara terpisah, kemarin. Pernyataan itu disampaikan suku Tuareg setelah pemberontakan mereka dibajak oleh kelompok garis keras terkait dengan Al Qaidah yang kini menguasai wilayah utara Mali.

"Kami mengupayakan kemerdekaan kebudayaan, politik dan ekonomi, namun tidak pemisahan diri," kata Ibrahim Ag Assaleh, seorang anggota senior Gerakan Pembebasan Nasional Azawad (MNLA), seperti dilansir Reuters yang dipantau Antara, Senin (16/7).

Azawad adalah nama yang diberikan MNLA bagi negara merdeka di wilayah utara Mali yang mereka deklarasikan. Namun, kemerdekaan itu tidak diakui oleh negara-negara dunia yang khawatir Mali akan menjadi tempat peluncuran kegiatan muslim garis keras.

Seorang pejabat lain MNLA, Hama Ag Mahmoud, mengatakan di ibu kota Mauritania, Nouakchott, "Kemerdekaan merupakan tujuan kami sejak awal konflik namun kami menerima pandangan masyarakat internasional untuk mengatasi krisis ini."

Kelompok-kelompok pejuang muslim lokal dan asing yang menguasai Mali utara memberlakukan hukum Islam yang ketat dan menghancurkan makam-makam kuno Sufi di Timbuktu yang diklasifikasi UNESCO sebagai lokasi warisan dunia. Kelompok garis keras itu, termasuk Ansar Dine, menganggap tempat-tempat keramat tersebut sebagai musyrik dan menghancurkan tujuh makam dalam waktu dua hari saja.

Ketika dihubungi melalui telefon di Timbuktu, juru bicara Ansar Dine, Sanda Ould Boumana, menyatakan tidak mengetahui perubahan sikap MNLA itu. Namun ia mengatakan, "Kami lah yang menguasai tiga kawasan di (Mali) utara."

MNLA, yang pada masa itu didukung Ansar Dine dan kelompok-kelompok bersenjata lain, memanfaatkan kudeta 22 Maret di Bamako dan menguasai Azawad pada April, merebut sebuah kawasan yang lebih besar daripada negara Prancis. Gerilyawan Tuareg mengeluarkan deklarasi kemerdekaan pada bulan itu, yang ditolak, tidak saja oleh masyarakat internasional namun juga oleh kelompok muslim garis keras sekutu mereka.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement